Thursday, August 22, 2013

Dreamland Explore More Part of Malaysia!

Dreamland kembali melakukan perjalanan menakjubkan yang memberikan banyak pelajaran, wawasan, dan pengalaman berharga dalam memaknai arti dari sebuah wisata di penghujung bulan Agustus 2013 ini. Kali ini, Dreamland akan mengunjungi salah satu wilayah di Malaysia yang terkenal dengan kopinya yang khas. Tak hanya itu, kota tua yang satu ini juga tempat yang sangat tepat untuk melakukan relaksasi dengan keteduhan dan ketenangan yang ada didalamnya. Berada di Kerajaan Perak, wilayah ini akan menjadi fokus destinasi Dreamland kali ini. Nantikan perjalanan Dreamland Traveller dalam

Ipoh Trip, 23 - 27 Agustus 2013

Nantikan liputan perjalanan Dreamland hanya di Dreamland Traveller!

Tuesday, August 20, 2013

Nyamannya Halte Bus di Singapore

Dreamland Traveller Moment


Nyamannya Halte Bus di Singapore
            Tatkala Dreamland berada dalam rangkaian Singapore and Johor Bahru Trip, Dreamland kagum dengan halte bus yang berada di Boon Lay. Waktu itu, Dreamland baru saja keluar dari MRT Boon Lay karena akan menuju ke Jurong Bird Park dengan naik bus nomor 194. Alangkah terkejutnya Dreamland melihat halte bus yang menuju ke tempat wisata terkenal di Singapore ini ada di mal! Halte busnya berAC dan sangat keren sekali penataannya. Tak hanya itu, barisannya juga sangat teratur dan papan bacanya sangat jelas menerangkan tujuan dari masing-masing nomor bus. Benar-benar sangat salut!

            Halte bus Singapore juga sangat bersih. Tidak ada sampah, semua tertib antri, dan bus datang layaknya kita akan masuk ke pesawat di bandara. Sangat amat nyaman sekali. Coba saja bandingkan dengan halte bus kita yang kotor, bau air kencing, dan penuh dengan sampah. Coretan menghiasi dinding-dinding, orang-orang iseng “rajin” memecahkan kaca halte, serta kurangnya perawatan yang memadai dari pemerintah membuat kita tak tahan berlama-lama ada di halte bus.

            Mungkin kita bisa mencontoh negara tetangga kita dengan sistem transportasi yang mereka miliki. Halte bus bisa ditempatkan di mal, sehingga orang nyaman ketika mengantri. Tak hanya itu, halte bus dengan tipe ini juga menghemat tempat dan multifungsi, sehingga masyarakat bisa jalan-jalan di mal dan pulang kembali ke rumah langsung tanpa perlu gonta ganti bus atau angkot. Kita bisa menghemat ongkos dan waktu perjalanan yang terbuang tidak percuma.

            Senang sekali rasanya merasakan kenyamanan mengantri di halte bus Singapore!

~ oOo ~

Monday, August 19, 2013

Orang Singapore yang Individualistis

Dreamland Traveller Moment


Orang Singapore yang Individualistis
            Selama Dreamland berwisata di Singapore, Dreamland selalu memperhatikan orang Singapore yang beraktivitas sehari-hari. Tatkala naik MRT, orang Singapore yang Dreamland lihat selalu saja sibuk dengan gadget mereka masing-masing yang bergambar apel digigit. Tua dan muda, masing-masing sibuk dengan earphone dan mainan mereka masing-masing. Tidak ada tegur sapa atau senyum, semua cuek bebek dengan teknologi yang mereka punya.
            Semua orang Singapore demikian. Orang tuanya asyik bermain Angry Bird, anak-anaknya asyik bermain tembak-tembakan di iPad, dan remajanya asyik mendengarkan iPod. Gilanya lagi remaja yang mendengarkan iPod volumenya kencang sekali sampai terdengar hingga ke tetangganya. Entahlah apa telinganya sudah budeg atau tidak, yang jelas mereka acuh tak acuh pada lingkungan mereka.
            Kalaupun ada yang berkumpul, remaja-remaja Singapore itu terkesan tertawa dan bercanda sekadarnya dengan obrolan Singlish yang tidak penting. Setelah itu mereka masing-masing berpisah di MRT yang berlainan. Sesudahnya sibuk lagi deh dengan gadget masing-masing. Karyawannya juga sama. Pulang kerja di MRT langsung buka HP dan bermain games. Semua keranjingan teknologi di Singapore ini. Tidak ada ramah tamah, tidak ada senyum, dan yang ada hanyalah teknologi.
            Kalau melihat seperti itu, sebagai orang Indonesia yang dibesarkan dengan budaya toleransi dan tata krama yang baik, rasanya betapa menderitanya mereka sebagai orang Singapore. Bayangkan saja di rumah, ayahnya sibuk Skype, ibunya sibuk main iPad, adiknya sibuk main Angry Bird, dan dia pun sibuk dengan mainannya. Bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain kalau tidak lewat Facebook dan Twitter saja? Ya, teknologi mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.
            Orang Singapore memang terlihat gaul, namun sebenarnya mereka adalah orang yang butuh dikasihani. Mereka tidak punya teman mengobrol karena semua asyik bermain gadget. Tak hanya itu, semua sudah serba teratur, sehingga mereka tidak akan mengalami apa yang namanya tantangan mencapai rumah. Semua terjadwal dan teratur. Betapa membosankannya hidup seperti itu, bukan?
            Sebagai orang Indonesia, bersyukurlah bahwa kita masih bisa bertegur sapa dengan orang di jalan. Bisa memberikan senyuman, bisa membantu orang yang kesusahan, dan bisa dibantu orang lain. Coba saja di Singapore, tidak akan ada seorangpun yang mau menolong. Kalaupun ada, mereka pasti penuh kecurigaan dan ketakutan akan dirampok dan diculik. Bayangkan saat Dreamland mau pinjam pisau untuk memotong buah saja sampai ketakutan semua. Sampai-sampai buahnya saja yang dibawa masuk dan mereka yang memotongnya sampai ketakutan di Geylang setahun yang lalu.
            Kecanggihan teknologi memang indikator negara maju, tapi sayangnya nilai-nilai humanis pun akhirnya luntur. Kita tak ubahnya robot yang berdiri masing-masing, sok sibuk sendiri, dan tidak peduli sekitar. Betapa mengerikannya hidup ala orang Singapore yang sangat amat individualistis ini.

~ oOo ~

Saturday, August 17, 2013

Merdeka dari Belenggu Mainstream!

Dreamland Traveller Moment - Special HUT RI Ke-68


Merdeka dari Belenggu Mainstream!
            Memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-68, tentu menjadi sebuah momen bersejarah bagi kita semua karena 17 Agustus adalah hari penting yang menjadi tonggak awal kemandirian bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat, dan berdiri secara kokoh sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para pahlawan telah berkorban jiwa dan raga demi membebaskan negara Indonesia dari belenggu para penjajah. Tentu sebagai generasi yang menikmati kemerdekaan, sudah sepatutnya kita mengisi kehidupan kita dengan prestasi dan kebanggaan bagi bangsa dan negara tercinta.
            Melihat kemerdekaan bangsa Indonesia, rasanya Dreamland patut bertanya dalam hati apakah kita sudah menjadi orang yang merdeka? Bangsa kita memang secara tersurat sudah merdeka tanggal 17 Agustus 1945, tapi nyatanya bangsa kita belumlah menjadi bangsa yang benar-benar “merdeka”. Melihat banyaknya berita tentang korupsi, konflik SARA, teroris, kejahatan, dan berbagai kasus memilukan lainnya seolah menjadi tamparan keras bagi para pahlawan bahwa jasa mereka belumlah cukup untuk memerdekakan bangsa Indonesia sepenuhnya.
            Dalam konteks individu, Dreamland melihat orang Indonesia juga belum sepenuhnya merdeka. Orang Indonesia masih cenderung bersifat munafik dan ikut apa yang banyak orang ikuti, meskipun apa yang mereka ikuti belum tentu tepat dan benar bagi diri mereka sendiri. Contoh kecilnya saja saat memilih jurusan kuliah. “Saya pilih jurusan A saja karena banyak teman saya yang ke jurusan A. Biar ada teman.” kata seorang teman Dreamland. Padahal jurusan A belum tentu cocok dengan bakat dan minat yang dimiliki teman Dreamland.
            Tak hanya itu, orang Indonesia juga sangat kepo dengan kehidupan orang lain. “Kamu udah punya pacar belum? Kapan mau menikah? Sudah punya anak belum?” Pertanyaan klasik itu memang menunjukkan kepedulian, namun jika ditanyakan berulang kali rasanya seolah kita turut campur dalam kehidupan orang lain. Akibatnya kita seolah terkungkung pada persepsi publik bahwa cewek yang belum menikah itu tidak laku, cowok yang tidak pacaran itu homo, dan tidak segera punya anak setelah menikah itu mandul. Pokoknya hidup kita jadi serba tergantung pada pandangan orang lain.
            Demikian juga saat memutuskan untuk liburan. “Buat apa jalan-jalan ke luar negeri, uangnya kan bisa ditabung.” kata kebanyakan orang. Tapi kenyataannya boro-boro uangnya ditabung, justru dihambur-hamburkan untuk sesuatu yang tidak penting. Nanti ada diskon besar-besaran langsung deh beli satu truk buat dibagi-bagi ke sanak saudara. “Ngapain ke luar negeri, memangnya Indonesia tidak kurang bagus ya?” kata orang yang sok idealis. Nyatanya, dia sendiri saja tidak pernah jalan-jalan di Indonesia dan pikirannya menjadi picik. Kita dipaksa ikut mainstream dan menjadi orang yang tidak merdeka.
            Tidak ketinggalan banyak orang iri tingkat kronis saat melihat keberhasilan orang lain. “Lagi-lagi si itu lagi ya yang menang atau berhasil. Huh jangan-jangan dia nyogok atau main dukun di belakang ya.” kata orang sirik. Hidupnya didedikasikan untuk mengurusi keberhasilan orang lain, bukan mencoba belajar bagaimana caranya menjadi berhasil. Wajar kalau akhirnya dia hanya menjadi orang yang terjajah oleh pola pikirnya sendiri. Bagaimana mau menyukseskan dirinya sendiri jika dia sendiri sibuk mengurusi orang lain yang lebih berhasil?
          Selain itu, saat pergi ke suatu destinasi sendirian, pasti muncul pikiran, “Aduh, gimana ya kalau aku dirampok? Nanti makan sama tidur di mana?” Pokoknya ketakutan dalam pikiran itu diperkuat oleh omongan orang-orang. “Iya mendingan jangan pergi deh. Ngapain kalau blablabla…” Akibatnya kita menjadi orang penakut yang tak tahu apa-apa karena terlalu takut dengan apa yang belum tentu terjadi. Kita jadi terjajah oleh pikiran kita sendiri. Dunia akhirnya hanya rumah – kampus – kantor – mal – rumah makan – rumah dan kita tidak mampu melihat dunia yang begitu luas ini.
            Melihat kemerdekaan bangsa kita, rasanya kita juga patut bertanya sudahkah kita menjadi orang yang merdeka? Atau selama ini, kita hanya menjadi korban dari mainstream. Kamu cantik kalau kamu pakai rok mini, pakai produk A, dan ikuti gaya baju dari negara B. Cowok macho itu harus berotot, rajin fitness, punya pacar selusin, pakai motor gede, merokok, dan lain sebagainya. Akibatnya kita berusaha menjadi orang lain dan kehilangan diri sendiri. Ingat, “kematian” diri kita baru saja terjadi saat kita kehilangan ciri khas dari pribadi kita sendiri.
            Mulai sekarang, janganlah menjadi orang yang munafik. Katakan suka jika suka, katakan tidak jika tidak. Buanglah ketakutan dan rasa sungkan dalam hati. Lihatlah dunia seluas mungkin dan sadarilah bahwa kita terlalu dini untuk menilai diri kita terlalu pintar dan cerdas untuk mengubah dunia. Dunia adalah panggung kehidupan yang kompleks dengan manusia-manusia unik didalamnya. Semakin banyak tempat yang kita kunjungi, semakin sadar juga diri kita apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan negara kita.
            Kemerdekaan diri kita juga terjadi kalau kita sadar bahwa kita adalah manusia yang merdeka. Kita bebas memilih meskipun orang lain tidak suka dengan pilihan kita. Kita berhak memilih jurusan yang kita sukai, hobi yang kita geluti, dan kebiasaan yang kita inginkan sesuai hati nurani kita sendiri, bukan pendapat orang tua, teman, atau guru. Kitalah yang menentukan seperti apa masa depan kita nantinya, bukan mereka yang hanya bisa bersuara dan mengutuk jika apa yang kita kerjakan tidak berhasil.
            Orang tidak akan peduli jika kita tidak berhasil. Mereka hanya datang saat kita berhasil dan berusaha meresapi hasil dari keberhasilan itu. Merdeka itu bukan hanya sekadar kata, melainkan juga perbuatan. Saat pikiran dan tindakan kita masih terjajah, kita bukanlah manusia yang merdeka. Merdeka itu bagaimana kita bisa menjadi diri sendiri tanpa pengaruh dari orang lain.
Sudahkah Anda menjadi orang yang merdeka? Selamat memerdekakan diri Anda di HUT RI ke-68 ini!  

Dreamland Traveller, 17 Agustus 2013
~ oOo ~

Cerdasnya Singapore dalam Mengelola Pariwisata

Dreamland Traveller Moment


Cerdasnya Singapore dalam Mengelola Pariwisata
            Sebagai negara yang besarnya hanya sejari kuku Indonesia, Singapore mampu keluar sebagai negara maju yang memiliki perekonomian paling berkembang di wilayah Asia Tenggara. Tentu kita patut bertanya-tanya apa yang menjadi rahasia dari kekuatan ekonomi si Macan Asia ini. Apakah mereka memang mempunyai segudang potensi ataukah pemerintah mereka sangat cerdas memanfaatkan potensi yang ada menjadi bernilai dollar?
            Tatkala Dreamland berwisata di Singapore beberapa waktu yang lalu, Dreamland melihat Singapore sangatlah cerdas dalam mengelola pariwisatanya. Bagaimana tidak? Hampir semua tempat wisata yang ada di Singapore adalah wisata buatan tangan manusia. Tidak ada kekayaan alam, pantai, bukit, atau sejarah yang mereka miliki, namun turis asing yang datang begitu membludak dan antri untuk menaiki suatu tempat wisata.
            Sebut saja, Singapore Flyer. Singapore Flyer boleh dikatakan wahana bianglala yang sama seperti di Dunia Fantasi, hanya saja Singapore mengemasnya sebagai cara untuk melihat pemandangan Singapore 360 derajat dengan minuman yang eksotik. Pamflet, brosur, dan promosi dengan gencar dibagikan agar turis tertarik untuk menaiki wahana ini. Hebatnya meskipun harga sekali naik Singapore Flyer mencapai puluhan dollar, banyak orang yang ingin mencobanya. Singapore mengemas objek yang biasa-biasa saja dengan sentuhan tertentu, sehingga banyak orang tertarik untuk mencobanya.
            Tak ketinggalan Marina Bay Sands. Boleh dikatakan bangunan yang satu ini patut membuat bangsa Indonesia malu karena ternyata arsitek dari bangunan megah yang menjadi ikon baru Singapore ini adalah orang Indonesia. Mengapa Indonesia tidak mampu membuat bangunan yang megah seperti Marina Bay Sands? Ya, semua karena pemerintahnya tidak mendukung, izin yang ribet dan dipersulit, serta biayanya sangat besar. Sementara itu, Singapore berani memodali arsitek Indonesia yang kaya potensi untuk membuat ikon pariwisata baru di negaranya. Wajar kini Marina Bay Sands mampu meraup jutaan dollar dari turis lewat kasino, kolam renang raksasa di atasnya, serta hotel yang harga semalamnya mencapai 3 juta rupiah.
            Kini kita lihat Gardens by The Bay. Taman buatan yang baru selesai dibangun tahun 2012 ini juga sangat diminati turis. Padahal objek wisata ini hanya sekadar taman lho, bukan alien atau objek aneh lainnya. Tapi pemerintah Singapore berani sekali memasang harga 28 SGD untuk sekali masuk melihat taman. Indonesia saja yang punya ribuan taman, tidak berani memasang harga lebih dari belasan ribu rupiah. Rupanya taman ini dikelola secara professional dengan jasa tur dan penjelasan ilmiah dari masing-masing tanaman. Ketika kita berada di taman ini, kita juga sekaligus belajar tentang khasiat dan manfaat dari masing-masing tanaman. Wajar kalau harganya jadi melambung dengan sentuhan yang berbeda.
            Pulau wisata terkenal di Singapore, Sentosa Island juga adalah wisata buatan. Semua wahana, mulai dari Universal Studios Singapore, S.E.A. Aquarium, dan lain sebagainya dibangun dengan modal yang besar untuk menarik turis asing datang berkunjung. Setelah jadi, wahana buatan ini menjadi pundi-pundi uang bagi pariwisata Singapore. Padahal keunggulan mereka hanyalah dari segi professionalitas dalam pengelolaan dan penataan taman wisata. Hanya itu saja. Sementara keseruan dan adrenalin jauh akan lebih didapatkan di taman bermain Indonesia. Perlu diingat bahwa keamanan dan keselamatan pengunjung juga menjadi perhatian Singapore, sehingga banyak orang berani mencoba dan tidak takut walau harus membayar dengan harga mahal.
            Cruise di Singapore depan Marina Bay Sands juga adalah bukti kecerdasan pemerintah Singapore memanfaatkan potensi dengan maksimal. Dengan harga yang mahal, orang diajak berkeliling objek wisata menarik di Singapore dengan perahu sambil makan siang. Padahal objek wisata Singapore semua buatan, tidak seperti Phuket dengan alamnya yang memukau atau Bali dengan budayanya yang kental. Semua hutan beton itu menjadi sumber dollar yang menguntungkan Singapore.
            Tur Singapore juga kebanyakan unik, tapi diminati. Tur jalan kaki, tur feng shui, tur mobil keliling, dan berbagai tur lainnya yang seolah dibuat-buat menjadi daya tarik tersendiri bagi turis. Apalagi turis asing dalam kategori bule suka sekali sejarah, Singapore menyediakan tur guide untuk menjelaskan sejarah Singapore yang minim dan kalah jauh dibandingkan kekayaan sejarah Indonesia yang beragam dari Sabang sampai Merauke. Bangunan bersejarah Singapore pun hanya itu-itu saja, tapi hebatnya dikelola dan dirawat dengan baik. Labrador Park saja pijakannya terbuat dari kayu dan mempunyai rute yang aman untuk dipijaki. Petugasnya selalu ada membersihkan taman itu dengan menyiram dan menyapu secara berkala. Perawatan wisata yang baik juga membawa dampak positif bagi pariwisata Singapore.
            Pemerintah Singapore juga sangat apik dalam membuat view point, sehingga kita seolah-olah berada di negara impian padahal objek wisatanya hanya terlihat bagus dari jauh saja. Selain itu, Singapore juga diperkaya dengan bahasa utama dunia, seperti Bahasa Inggris, Bahasa Melayu, Bahasa Mandarin, dan Bahasa Tamil, sehingga turis tidak akan kesulitan ketika berwisata di sini. Hal ini membuat turis awam tidak takut ke luar negeri pertama kalinya ke Singapore. Semua potensi wisata dimanfaatkan untuk menghasilkan dollar yang mampu mendongkrak ekonomi negara Singapore.
            Tempat belanja pun dipusatkan di Bugis dan Chinatown bagi turis, sehingga turis tidak kebingungan atau kesulitan ketika mencari oleh-oleh. Tak hanya itu, Singapore juga gencar mengadakan konser atau pertunjukkan berkelas dunia, sehingga turis Indonesia sebagai pangsa pasar utama mereka aktif datang dan menyumbang pendapatan yang besar bagi Singapore. Pokoknya semua dilakukan agar turis nyaman berwisata di Singapore. Wisata belanja di Singapore pun cenderung bermerk dan jauh dari kata murah, tapi kesan berkelas itulah yang membuat orang berbondong-bondong belanja di Singapore. Sangat salut!
            Secara keseluruhan, Singapore seolah merancang negaranya sebagai negara turis. Turis sangat dimanjakan dengan Singapore Tourist Pass, tempat wisata yang mudah diakses dengan informasi yang jelas, serta barang-barang jualan yang mahal. Wajar kalau Singapore akhirnya mempunyai perekonomian yang jauh lebih maju dibandingkan Indonesia karena penataan dan pengelolaan negara yang baik, walaupun sekecil itu. Coba saja Indonesia mampu menata sebuah kota dengan professional, yakinlah kota itu akan menjadi magnet pariwisata yang populer.
            Singapore bukanlah negara yang kaya akan potensi. Wilayahnya kecil, alamnya minim, dan semuanya buatan. Tapi mereka mampu menjunjung tinggi professionalitas, ketertiban, kebersihan, keamanan, dan standar hidup yang baik. Mereka mampu memanusiakan manusia dan menjadikan orang yang ada didalamnya betah. Tapi mereka mampu keluar menjadi pemenang karena banyak investor asing merasa aman dengan stabilitas ekonomi dan politik yang dimiliki Singapore.
            Coba saja kalau mentalitas rakyat dan pemerintah Indonesia berubah, dijamin Indonesia akan menjadi surga pariwisata dunia yang sangat unggul. Kita mempunyai Manado, Medan, Bandung, Jakarta, Surabaya, Bali, Papua, Makassar, Solo, Yogyakarta, Lombok, Pontianak, Padang, Bangka dan Belitung, dan masih banyak lagi dengan keanekaragaman potensi dari masing-masing wilayah. Tinggal bagaimana cara pemerintah kita mengatur agar semua tempat wisata itu mudah diakses oleh turis dan penataan daerah yang baik agar orang betah berlama-lama ada di Indonesia.
            Pemerintah juga harus memberantas korupsi, kejahatan, pencurian, dan berita negatif lainnya agar turis asing tidak mencap kita sebagai negara yang berbahaya, tapi negara yang menyenangkan untuk dikunjungi. Semoga saja saja kelak 10 tahun mendatang, pariwisata Indonesia jauh melebihi negara apapun di dunia ini. Amin.

~ oOo ~