Tuesday, March 24, 2015

Telanjang Bulat di Onsen

Dreamland Traveller Moment


Telanjang Bulat di Onsen
            Onsen terkenal sebagai budaya Jepang yang dilakukan secara turun temurun. Tradisi mandi bersama ini diyakini mampu memberikan rasa rileks setelah seharian bekerja, kemudian waktu bersantai dengan rekan kerja melalui obrolan santai saat mandi. Hanya saja, onsen mungkin sebuah tradisi yang mungkin membuat kita risi karena mengharuskan kita untuk menanggalkan semua pakaian yang melekat di tubuh kita untuk dapat menikmatinya. 
            Rasa malu ini Dreamland rasakan saat diajak Gen untuk menikmati onsen di Akita. Awalnya, kita diminta mengganti alas kaki yang kita kenakan dengan sandal yang disediakan pihak pengelola onsen. Kemudian kita masuk ke ruang ganti pakaian yang dipisah antara laki-laki dan perempuan. Nah di ruang ganti inilah, tantangan uji nyali dimulai. 
            Dreamland sudah disuguhkan pemandangan yang membuat ketar ketir karena semua orang yang ada di ruangan ini dengan santainya berjalan dengan kondisi telanjang bulat tanpa ditutupi handuk. Waduh masa harus buka semua pakaian di sini? Di ruangan ini disediakan keranjang baju untuk menampung semua pakaian yang kita kenakan. Kita hanya diperkenankan membawa sebuah handuk kecil untuk menutupi bagian kemaluan saat berjalan. 
            Langsung deh teman Dreamland pun bertatapan satu sama lain. Yakin nih mau onsen? Tatapan mata yang bingung, penasaran, tapi juga malu. Akhirnya dengan prinsip nekad bareng-bareng, kami pun bertelanjang ria demi merasakan onsen ini. Dengan perlahan, kami membuka pintu tempat mandi utama dan melihat semua orang telanjang bulat di sini. Bahkan Irfan nyeletuk, “Itu kulit t***rnya kok pada melar ke bawah semua ya? Padahal ukuran p***snya sama kayak kita.” 
            Kami diharuskan mandi terlebih dahulu dengan shower dan perlengkapan mandi yang tersedia sebelum berendam di bak mandi panas ini. Kami harus duduk dengan jojodok agar tidak menciprati rekan yang ada di sebelah. Setelah selesai, barulah kita boleh merendam seluruh tubuh kita di bak yang tersedia. Semua orang asli Jepangnya sih cuek seliweran di onsen tanpa ditutup-tutupi handuk lagi. Ada lagi yang duduk di pinggir kolam dengan terbuka memperlihatkan “barangnya” pada pemirsa dengan bulu yang lebat. Padahal, anak Gen juga ikut dalam ritual mandi ini, tapi papanya sendiri tidak merasa risih dilihat oleh anaknya sendiri telanjang.
            Kami pun berendam selama 15 menit sambil mengobrol santai, setelah itu naik ke atas karena kepala terasa pusing jika berendam terlalu lama. Baru kita harus mengeringkan badan terlebih dahulu di dalam sebelum berpakaian kembali di ruang ganti. Benar-benar pengalaman onsen yang menguji nyali, tapi menyenangkan juga karena badan terasa relaks setelah onsen.
            Besoknya kami diajak onsen lagi oleh Gen. Tanpa ragu-ragu, langsung kita semua membuka semua pakaian tanpa kecuali, kemudian masuk ke ruang mandi dengan santai. Bahkan semua sudah tidak malu-malu tanpa menutupi dengan handuk saat berjalan ke sana kemari karena sudah terbiasa.
            Onsen memang benar-benar mengajarkan kita semua tentang arti keterbukaan dan ketelanjangan tanpa rasa malu.

~ oOo ~

Monday, March 23, 2015

Salam Perpisahan Hangat di Jepang

Dreamland Traveller Moment


Salam Perpisahan Hangat di Jepang
            Perpisahan memang bukanlah hal yang menyenangkan. Apalagi kita sudah mendapatkan banyak kenangan dan harus meninggalkan sebuah tempat karena akan beranjak menuju kegiatan selanjutnya. Tentu kita ingin mendapatkan sentuhan akhir yang manis dari sebuah perpisahan. Hal inilah yang Dreamland rasakan tatkala mengunjungi setiap tempat yang ada di Jepang. Perpisahan menjadi sebuah hal yang manis dan tidak terlupakan.
            Hampir semua tempat kunjungan yang ada dalam acara JENESYS 2.0 di Jepang menyuguhkan salam perpisahan yang hangat setiap kali kunjungan usai. Mulai dari Akita Broadcasting System, Akita International University, dan berbagai tempat lainnya selalu memberikan salam perpisahan dengan lambaian tangan dari semua pejabat yang berwenang. Mereka tidak hanya melambai di depan pintu, tetapi juga mengantar sampai ke depan bus!
            Pejabat tidak merasa hina atau malas memberikan salam perpisahan pada peserta, melainkan merasa terharu melepas kepergian kami sambil melambaikan tangan dengan antusias. Tentu hal ini menjadi memori yang tak terlupakan bagi Dreamland tatkala berada di Jepang. Penting rasanya memperlakukan tamu secara istimewa karena bisa jadi tamu yang diundang kelak akan mengundang orang lain untuk datang karena kesan istimewa yang didapat selama kunjungan.
Tentunya hal ini jadi masukan yang berharga untuk dunia pariwisata Indonesia yang katanya gencar mengundang wisatawan asing untuk datang. Berikan kesan istimewa, maka mereka akan datang berbondong-bondong ke Indonesia. Pesan inilah yang Dreamland dapatkan dari perlakuan baik orang Jepang saat pulang dari setiap tempat di Jepang.

~ oOo ~

Sunday, March 22, 2015

Siaran Berita Jepang yang Ceria

Dreamland Traveller Moment


Siaran Berita Jepang yang Ceria
            Program berita yang ditayangkan di TV umumnya menampilkan kesan serius, kaku, formal, dan serba tertata dengan rapi. Kita disuguhkan presenter yang membacakan berbagai peristiwa yang terjadi dengan tutur kata EyD yang disempurnakan, jas yang rapi, serta latar belakang yang futuristik ala kantor modern. Berbeda dengan kantor berita TV yang ada di Akita Broadcasting System, siaran berita disajikan dengan latar belakang warna yang cerah. 
            Tentu hal ini menabrak pakem siaran berita yang seharusnya serius dan disajikan dalam warna gelap. Hal inilah justru yang membuat ABS Jepang berani “think out of the box” karena keluar dari kebiasaan yang dilakukan semua TV berita di dunia. Mereka mengatakan bahwa warna yang cerah akan membuat suasana hati orang yang melihat berita menjadi bahagia, bukan justru tegang karena warna berpengaruh pada otak manusia. Benar-benar pemikiran yang brilian.

            Mereka juga membuat ornamen yang cerah dan ceria agar siaran berita menjadi tontonan yang bisa dinikmati semua kalangan, bukan hanya orang dewasa dan tua. Siaran berita pun bukan menjadi tontonan yang “berat”, tapi dapat dijadikan sarana menambah informasi yang menyenangkan dan menyegarkan pikiran. Salut untuk ABS yang mampu mengimplementasikan ide secara kreatif dengan paduan dan sentuhan yang terbilang nyentrik.

~ oOo ~

Saturday, March 21, 2015

Toilet Kereta Bintang Lima

Dreamland Traveller Moment

Toilet Kereta Bintang Lima
            Toilet umum biasanya identik dengan aroma tak sedap, kotoran yang tidak dibersihkan, hingga kondisi yang mengenaskan. Rupanya hal ini tidak berlaku pada Shinkansen Komachi 21 yang Dreamland naiki saat berangkat dari Stasiun Tokyo menuju Stasiun Akita. Tatkala Dreamland menggunakan toilet, kondisinya sangat bersih dan mewah. Ada urinoir dalam ruang kecil dengan wastafel ala mal. Ada juga kamar mandi dengan kloset yang dilengkapi dengan berbagai tombol layaknya di hotel. 
            Kita tak perlu menutup hidung karena bau toilet yang tidak sedap karena toilet yang ada di Shinkansen ini sangat higienis dan tidak berbau. Sistem pembuangan air yang berfungsi dengan baik, budaya masyarakat Jepang pengguna toilet yang displin setelah menggunakan toilet, serta infrastruktur toilet yang mewah membuat Dreamland serasa tidak berada di kereta yang sedang berjalan ketika menggunakan toilet. Benar-benar patut diacungi jempol.
            Memang sulit menuntut hal yang sama diberlakukan di Indonesia, tapi setidaknya budaya penggunaan toilet yang bersih sudah seharusnya diterapkan sejak dini agar kondisi toilet umum tidak serta merta dicap kumuh, berbau, dan kotor.

~ oOo ~

Friday, March 20, 2015

Shinkansen Tanpa Kata Delay

Dreamland Traveller Moment


Shinkansen Tanpa Kata Delay
            Budaya jam karet memang sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kereta api, pesawat, busway, bus, dan berbagai moda transportasi lainnya tak luput dari urusan penundaan atau delay karena berbagai faktor. Belum lagi kebiasaan datang mepet ke kantor, sekolah, kampus, dan tempat rapat membuat budaya ini menjadi kebiasaan buruk yang membudaya. Alhasil, banyak pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan dalam satu hari, bisa jadi molor ke hari berikutnya karena delay ini.
            Tentu sebagai orang yang dibesarkan dengan budaya lelet dan lamban ini, Dreamland terkejut melihat semua moda transportasi di Jepang yang sangat on time. Saat Dreamland menunggu Shinkansen yang dijadwalkan berangkat pukul 13.20, Shinkansen datang jam 13.15. Setelah semua penumpang yang turun di Stasiun Tokyo meninggalkan kereta, kita pun diminta masuk dan duduk di tempat yang telah ditentukan. Begitu jam tepat menunjukkan pukul 13.20, Shinkansen pun berangkat meninggalkan Stasiun Tokyo.
            Jangan harap jika Anda terlambat 1 menit, atau bahkan 1 detik sekalipun, Shinkansen akan berhenti untuk membuka pintu. Shinkansen akan benar-benar langsung tancap gas meninggalkan stasiun yang bersangkutan tanpa tapi-tapi dan alasan apapun. Maka wajar jika Shinkansen pun tiba di Akita tepat pukul 17.08, tanpa kurang 1 menit atau lebih 1 menit pun. Benar-benar budaya yang sangat menghargai arti waktu dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. 
            Andai saja budaya tepat waktu ini bisa dibudayakan sejak dini pada masyarakat Indonesia, yakinlah bahwa SDM Indonesia menjadi lebih produktif dan kreatif dalam berkarya untuk kemajuan bangsa. Kita tidak dididik menjadi orang yang malas, melainkan orang yang displin dari segi sikap, perilaku, dan etika. Bukankah orang yang menghargai waktu adalah orang yang menghargai hidupnya sendiri bernilai? Yuk kita tiru Jepang dalam soal budaya tepat waktu ini.

~ oOo ~