Wednesday, April 27, 2016

Berteman dengan Orang Afrika

Dreamland Traveller Moment




Berteman dengan Orang Afrika


            Ketika mendengar kata Afrika, yang terlintas di benak kita sebagai orang Indonesia pastilah sesuatu yang buas, liar, ganas, dan masih berunsur primitif. Hal lain yang mungkin terbayang adalah mereka memiliki kulit yang hitam legam, masih menggunakan pakaian adat, serta suka sekali berdansa. Kesan tersebut kita dapatkan karena berbagai siaran TV yang menyorot Afrika sebagai benua yang masih tertinggal dibandingkan benua lainnya.

            Saat Dreamland tiba di Jiangsu University, Dreamland sangat terkejut melihat begitu banyak orang Afrika yang menempuh pendidikan di universitas ini. Sebagian besar mahasiswa Afrika yang menempuh studi berasal dari Ghana, sisanya berasal dari berbagai negara yang ada di Afrika. Tidak seperti image yang Dreamland dapatkan dari TV yang membuat jantung kembang kempis, rupanya orang Afrika tidak seperti yang dikira.

            Secara umum, orang Afrika cukup ramah, suka tersenyum, dan tidak sulit untuk menjadi teman. Mereka selalu menyapa orang yang mereka kenal dengan hangat. Tak hanya itu, sense of humor orang Afrika rata-rata cukup tinggi, sehingga nyaman untuk diajak ngobrol atau bercanda. Gestur khusus yang kerapkali digunakan orang Afrika ketika berbicara adalah selalu ada imbuhan “Aiiihhhh, Aaaaahhhh…” dengan durasi yang panjang sebelum menjawab pertanyaan.

            Rata-rata orang Afrika yang Dreamland temui sangat peduli dengan pendidikan karena mereka mengatakan bahwa lapangan pekerjaan di negara mereka sangat sulit. Selain itu, mereka umumnya berencana bekerja di China untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Jika mereka tidak mendapatkan pekerjaan, mereka akan pulang kembali ke negara mereka untuk mendapatkan posisi tawar pekerjaan yang lebih baik.

            Sayangnya, kebanyakan orang Afrika, umumnya yang masih muda, suka sekali menyetel musik sekeras-kerasnya di lorong asrama dan berteriak-teriak, sehingga mengganggu ketenangan di asrama. Belum lagi mereka suka sekali minum minuman keras hingga mabuk. Ada juga sebagian orang Afrika yang suka sekali memaksakan kehendak dan mempunyai budaya yang sangat bertolak belakang dengan masyarakat Indonesia. Sebagai contoh, saat Dreamland menawarkan makanan, ada yang langsung mengambil semuanya karena dianggap diberikan semua.

            Tapi secara umum berteman dengan orang Afrika tidaklah sesulit yang dikira atau menakutkan karena mereka pun bisa menghargai dan menghormati satu sama lain. Bahkan salah satu teman Dreamland dari Ethiophia boleh dikatakan sangat baik. Toh teman sekamar Dreamland juga orang Zimbabwe dan dia pun bisa berjalan beriringan hingga saat ini. Justru malah teman sesama benua yang kadang berkonflik dengan Dreamland.

            Jadi berteman itu tidaklah sulit, selama kita bisa menghormati budaya yang kita miliki secara dua arah.



~ oOo ~

Monday, April 25, 2016

Chinese di Antara China

Dreamland Traveller Moment




Chinese di Antara China


            Satu hal yang absurd saat berada di China adalah sulitnya berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Apalagi jika mempunyai paras yang serupa tapi tak sama dengan orang lokal dan tidak tahu bagaimana untuk berbahasa Mandarin, tentu menjadi sebuah hal yang mengundang tanya. Hal ini Dreamland alami selama berada di China hingga saat ini.

            Ketika Dreamland berjalan dan ingin membeli sesuatu, Dreamland kebingungan untuk menanyakan harga atau menawar harga. Alhasil, Dreamland memakai Bahasa Inggris untuk membeli barang. Tentu orang lokal yang melihat Dreamland keheranan karena Dreamland dianggap orang lokal, tetapi tidak mau menggunakan Bahasa Mandarin. Setelah Dreamland menjelaskan dengan Bahasa Mandarin yang ala kadarnya, barulah mereka mengerti bahwa Dreamland bukan berasal dari China.

            Saat Dreamland diajak berinteraksi dengan mahasiswa lokal, lagi-lagi mereka menggunakan Bahasa Mandarin untuk berkomunikasi. Tentu Dreamland hanya melongo saja karena tidak mengerti. Begitu dijelaskan Dreamland berasal dari Indonesia, mereka sangat terkejut karena Dreamland serupa dengan orang lokal. Untungnya mereka masih mau berteman, meskipun Dreamland tidak bisa berbahasa Mandarin dengan lancar.

            Inilah yang kerapkali menjadi sebuah hal absurd ketika Dreamland mempunyai wajah Chinese tetapi tidak mampu berbahasa Mandarin. Tapi apa daya, bahasa apapun memerlukan latihan dan jika tidak pernah digunakan, maka kemampuan bahasa yang kita miliki akan lenyap. Sungguh sebuah pengalaman tersendiri menjadi Chinese di antara orang lokal China yang terasing karena bahasa.



~ oOo ~

Tuesday, April 19, 2016

Go Bike Tanpa Go Back

Dreamland Traveller Moment




Go Bike Tanpa Go Back


            Berbicara tentang kampanye go green, rasanya begitu banyak NGO yang bergerak di lingkungan hidup sudah melakukan berbagai macam aksi untuk mengundang atensi atau kepedulian masyarakat umum untuk memulai gaya hidup dan kebiasaan yang baik dalam menyelamatkan Bumi. Aksi simpatik, seperti Earth Hour, membawa kantong belanja sendiri, sampai imbauan untuk penggunaan sepeda ke kantor sudah didengungkan dalam berbagai kesempatan. Sayangnya, ajakan tersebut hanya bertahan sesaat, kemudian lenyap begitu saja.

            Lain halnya dengan di China. Meskipun berbagai label yang kita ketahui bersama melekat pada negara yang satu ini, tapi dari segi kepedulian terhadap aksi hijau nyata adanya. Pemerintah provinsi Jiangsu menyediakan sepeda publik secara gratis bagi mahasiswa dan penduduk yang ada di wilayah Jiangsu untuk digunakan selama 1 jam. Syaratnya pun mudah. Kita hanya perlu membayar kartu khusus untuk bersepeda untuk dapat menikmati fasilitas ini.

            Tak heran jika Dreamland melihat banyak sepeda hijau yang digunakan mahasiswa untuk berkeliling kampus, mengingat luas kampus ini sangat luas dan tentunya sangat melelahkan jika harus berjalan kaki mengelilingi kampus. Selain itu, ada juga yang menggunakan sepeda untuk pergi ke luar membeli barang ke supermarket, sehingga mereka menghemat pengeluaran untuk bus. Selain hemat, mereka juga bisa sekaligus berolahraga dan melatih kebugaran tubuh dalam waktu yang sama.

            Wajar rasanya kalau Dreamland melihat badan orang China umumnya tetap kurus, meskipun porsi makannya sangat lahap dan besar jika diimbangi dengan aksi jalan kaki atau naik sepeda secara berkesinambungan. Berbeda dengan masyarakat kita yang kebanyakan langsung naik motor atau mobil untuk pergi ke suatu tempat dan hanya berjalan beberapa meter saja untuk pergi ke tempat tujuan, sehingga hasilnya membuat perut semakin maju ke depan akibat kurang bergerak dan berolahraga. Ditambah cemilan khas Indonesia yang lezat sesudah berolahraga yang bukan hanya mengundang selera, tetapi menambah berat badan secara signifikan.

            Semoga saja kelak go bike bukan sekadar slogan yang ujung-ujungnya go back, tetapi bisa jadi kebiasaan baik dalam masyarakat Indonesia.



~ oOo ~

Monday, April 18, 2016

Kartu Serba Guna Bernama Campus Card

Dreamland Traveller Moment




Kartu Serba Guna Bernama Campus Card


            Kartu tanda mahasiswa biasanya hanya digunakan sebagai identitas saat kita akan menempuh ujian atau menjadi tanda pengenal saat kita memasuki tempat kuliah. Kegunaannya pun sangat terbatas, yakni untuk meminjam buku di perpustakaan, mengikuti ujian, syarat pendaftaran lomba, dan paling maksimal mungkin hanya sebagai kartu ATM pada saat yang bersamaan. Tak heran jika keberadaan kartu tanda mahasiswa seringkali dipandang sebelah mata bagi mahasiswa di Indonesia.

            Ketika Dreamland menempuh studi di Jiangsu University, Dreamland terkejut ketika melihat semua hal yang ada di kampus menggunakan kartu sebagai alat transaksi. Ketika Dreamland akan membeli makanan di kantin pertama kali, Dreamland kebingungan karena tidak ada kantin yang menerima uang secara CASH! Alhasil Dreamland harus minta tolong mahasiswa lokal untuk membelikan makanan bagi Dreamland dan Dreamland membayar secara tunai.

            Belum lagi membayar listrik, masuk ke perpustakaan, menggunakan mesin cuci, sampai memasak pun semua menggunakan kartu. Tak heran mengisi sejumlah nominal uang di kartu mahasiswa menjadi sebuah keharusan, jika kita tidak mau direpotkan untuk meminjam kartu ke sana kemari. Dreamland saja kelimpungan di minggu pertama karena tidak sempat mengisi sejumlah nominal uang ke perpustakaan lama, sehingga harus mencari mahasiswa lama untuk mengisikan sejumlah nominal uang ke dalam kartu.

            Tatkala Dreamland menyempatkan diri untuk pergi ke perpustakaan lama, Dreamland masukkan saja nominal yang cukup besar, yakni 350 RMB sekaligus agar tidak capek untuk bolak balik mengisi uang di kartu. Sebenarnya ada metode lain untuk mengisi uang di kartu, yakni menggunakan bank account yang dimiliki, tapi tetap saja kan harus memasukkan uang ke ATM. Belum lagi navigasinya pakai Bahasa Mandarin semua jadi tambah sulit.

            Sungguh sebuah kartu sakti yang praktis, sekaligus merepotkan di waktu yang sama dengan berbagai fungsi kartu tanda mahasiswa ini. Terbayang rasanya kalau kartu hilang akan menimbulkan banyak kesulitan, juga nominal uang yang tersisa pun akan hilang.



~ oOo ~

Sunday, April 17, 2016

Teror E-Bike di Jalan

Dreamland Traveller Moment


Teror E-Bike di Jalan
            Kita mengenal sepeda motor sebagai kendaraan yang lazim digunakan untuk berkendara di Indonesia. Dengan sepeda motor, kita bisa menempuh jarak yang jauh dan menjelajahi tempat terpencil sekalipun dengan mudah. Tentu untuk mengendarai sepeda motor dibutuhkan kelengkapan administratif yang memadai, mulai dari SIM, STNK, dan KTP. Selain itu, kita juga harus memakai helm ber-SNI, menyalakan lampu, dan berbagai macam hal lainnya.
            Hal yang sama rupanya terjadi juga di China. Jika Indonesia dan Vietnam dibanjiri oleh lautan motor, maka di China dibanjiri oleh lautan e-bike. Sebenarnya sepeda motor dan e-bike memiliki bentuk yang hampir sama, hanya saja e-bike dioperasikan dengan tenaga listrik. Banyak sekali e-bike yang berkeliaran di China, mulai dari ibu-ibu, bapak-bapak, mahasiswa, sampai nenek-nenek pun memakai e-bike.
            Mungkin karena labelnya e-bike, mereka tidak perlu memiliki SIM, STNK, memakai helm, dan memenuhi kelengkapan administrasi kendaraan pada umumnya. Sayangnya kebebasan ini justru bablas dan merugikan pengguna jalannya, yakni pejalan kaki. Berhubung labelnya sepeda listrik, sebagian besar e-bike dengan seenaknya masuk ke trotoar dan mulai membunyikan klakson pada pejalan kaki yang sedang berjalan. Akibatnya setiap kali berjalan kaki, kita jadi waswas karena takut tertabrak e-bike.
            Belum lagi kecepatan e-bikenya cepat dan anehnya tidak mau atau tidak bisa direm, sehingga pengguna e-bike melewati pejalan kaki layaknya pengendara e-bike yang mahir mengemudi F1. Alhasil, Dreamland jadi serba salah antara mau berlari dan bergerak karena tidak tahu ke arah mana e-bike akan melaju. E-bike juga seringkali seenaknya menyalip saat ada kendaraan akan melintas, sehingga perang klakson pun terjadi dengan sengit di jalan. Pokoknya e-bike menjadi budaya tersendiri yang harus kita alami selama berada di China.
            Maka dari itu, meskipun berjalan kaki di trotoar, pastikan untuk tetap berkonsentrasi karena teror e-bike ada di mana saja.

~ oOo ~