Friday, December 31, 2021

1 Dekade, 1 Impian

Tanpa terasa Dreamland Traveller sudah berusia 10 tahun tumbuh dan berkembang sebagai blog wisata yang konsisten memberikan konten seputar dunia wisata dengan cerita dan dinamika yang ada didalamnya. Selama itu juga perjalanan demi perjalanan sudah ditempuh, kisah demi kisah terjalin, hingga akhirnya memberikan warna tersendiri dalam memaknai kehidupan.

Sumber Hidangan, Braga, Bandung (2021)

Mengawali tahun 2011 dengan sebuah mimpi besar untuk mencatat setiap kisah perjalanan dengan cerita yang berbeda untuk menemukan makna dari setiap perjalanan, Dreamland Traveller mencoba merekam sisi kehidupan yang ada di setiap tempat apa adanya. Kebaikan, kesedihan, pengkhianatan, hingga kebahagiaan berbaur menjadi satu menjadi sebuah kisah kehidupan yang memberikan makna.

Memang 2021 bukanlah tahun yang ideal untuk mengatakan bahwa hidup adalah sebuah perjalanan, tetapi bagaimana memaknai hidup dengan segala kondisi dan keadaannya juga termasuk perjalanan dalam batin Dreamland Traveller sendiri. Memaknai apa yang sudah dilalui yang membentuk kekuatan dan nilai dalam diri juga menjadi penting sebagai bagian dari refleksi diri.

Eks Hotel Surabaya (2021)

Tahun 2021 memang berbicara tentang rumah. Rumah dengan segala dinamika dan kisahnya. Saya ingat setiap kali bepergian ke sebuah tempat wisata baru, rumah dan orang didalamnya menanti kita dengan sungguh untuk datang kembali dengan selamat. Tatkala perjalanan itu berakhir, rumah menjadi perhentian terakhir yang memberikan kita tempat untuk berteduh dan meniti kehidupan dari waktu ke waktu.

Perjalanan pun tak ubahnya dimulai dari rumah. Belajar untuk mengenali dunia sejak kanak-kanak hingga dewasa. Mengenali ruang dan waktu, serta memaknai setiap momen sebagai bagian penting dalam kehidupan. Mungkin itulah 10 tahun yang memberikan Dreamland Traveller cerita dan kekuatan untuk terus berbagi dalam blog kendati banyak sekali blog wisata yang sudah berguguran lekang oleh zaman.

Hotel Ibis Styles Braga (2021)

Cerita tahun 2021 merupakan kisah tentang tempat tinggal, kota kelahiran, dan bagaimana memaknai hidup dan ceritanya. Beberapa kali saya melakukan staycation dan menemukan sudut baru di Kota Bandung. Tak jarang juga akhirnya saya belajar untuk melihat kenyataan bahwa perjalanan bukan sekadar pengalaman menikmati tempat baru, tetapi juga memaknai tempat yang ada dengan cara yang baru.

Pandemi Covid-19 belum juga tuntas hingga saat ini. Banyak kehilangan yang terjadi, mulai dari sisi nyawa, waktu, kesempatan, dan finansial. Namun saya percaya bahwa itulah kehidupan dan bagaimana Dreamland Traveller dimulai juga berawal dari 1 hal tersebut, bahwa selalu ada impian. Impian tersebut akan menjadi lentera yang menuntut ke mana kita melangkah dan kita berjalan dalam cerita yang penuh ketidakpastian.

Memasuki 10 tahun Dreamland Traveller, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan bisa kembali merenungkan hal penting dalam kehidupan. Memaknai perjalanan sebagai sebuah cerita dan cerita sebagai sebuah ruh yang menuntun kita untuk tetap hidup dan berkarya. Selamat menyambut Tahun Baru 2022 dan sukses selalu untuk kita semua!

 

Dreamland Traveller

Bandung, 31 Desember 2021

 

IG: @traveldreamland

Sunday, November 28, 2021

Stereotyping is Dangerous

Setiap kali kita melihat dunia, kita akan menyadari bahwa apa yang kita lihat, baca, dan pahami di media tidak selamanya 100% sesuai dengan apa yang alami. Hal ini saya alami ketika melihat berbagai macam orang dengan berbagai ras, etnis, agama, dan golongan yang bisa sangat berbeda dari apa yang diberitakan media. Ketika tersesat di Bangkok pertama kali saat baru belajar untuk traveling mandiri, ada beberapa warga lokal yang bahkan dengan keterbatasan bahasa bisa menolong sampai bahkan diantarkan ke hotel.

Myanmar (2017)

Ada lagi orang yang terlihat meyakinkan di Malaysia, namun ternyata bermaksud kurang baik di akhir dengan memberikan overcharge. Selain itu, ketika bertemu dengan Simba dari Zimbabwe saat studi di Tiongkok, sama sekali tidak memberikan kesan angker dan mengancam sebagai roommate selama 1 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terkadang traveling adalah cara kita untuk memvalidasi segala asumsi, keraguan, atau stigma yang selama ini berkembang di masyarakat.

Dalam masa pandemi Covid-19, stigma bahwa pandemi dibawa oleh orang Asia sangat kuat dihembuskan oleh media. Selain itu, cara pandang kita terhadap orang lain terdegradasi dengan alasan untuk menjaga keamanan diri dan sesama. Hal ini tentu perlu kita waspadai sebagai bahaya laten yang akan berdampak buruk di masa mendatang. Kepercayaan dan penghargaan terhadap sesama bisa jadi dikorbankan dengan dalih keamanan dan alasan individualis lainnya.

Memang sampai saat ini kasus pandemi Covid-19 belum juga menunjukkan perkembangan yang baik dengan meningkatnya kembali angka positif, sekalipun beberapa negara mulai menerima turis untuk masuk ke negara mereka dengan berbagai protokol yang ekstra ketat dan karantina. Dunia ke depan mungkin tidak lagi sama dalam dunia wisata, sehingga kita hanya bisa berharap dan menunggu keajaiban akan segera tiba.

Namun satu hal penting yang perlu dipahami adalah stereotyping adalah hal yang sangat berbahaya dan dapat mengancam keutuhan sebuah negara, bangsa, atau entitas tertentu, sehingga menilai semua orang sama dan setara adalah cara kita untuk menghargai perbedaan yang ada secara positif dan baik.

 

Instagram @traveldreamland

Thursday, October 28, 2021

Wish You Were Here!

Wish you were here! Satu ucapan yang paling sering disampaikan orang yang sedang berwisata di sebuah tempat impian ini memang menjadi kata-kata yang memberikan harapan, namun di sisi lain bisa menimbulkan kecemburuan untuk berada di tempat yang sama. Ya, kehadiran media sosial secara sadar atau tidak sadar mengubah bagaimana cara kita menikmati wisata itu sendiri. Jika dulu wisata terfokus pada aneka indera yang kita miliki untuk menikmati segala sesuatu yang ada di tempat tersebut. Sekarang wisata justru terfokus pada bagaimana mengabadikan momen yang ada dengan gawai yang dimiliki. 

Luxembourg, 2019

Saya masih ingat ketika dulu berwisata di awal tahun 2011 ketika gawai belum secanggih dan seinovatif sekarang, bagaimana interaksi antar orang dalam wisata itu menjadi pengalaman berharga yang tidak terlupakan. Melihat bagaimana komunikasi dengan warga setempat, menikmati keindahan alam yang tiada tara, hingga memaknai dan meresapi kesempatan yang ada menjadi sebuah hal berharga yang dialami. Satu dekade berlalu, tentu teknologi mengubah cara wisata yang selama ini dilakukan menjadi lebih individualis dan terfokus pada bagaimana membuat konten yang baik untuk follower media sosial. 

Pandemi memang belum usai, namun pintu wisata domestik perlahan mulai dibuka dan menerima banyak tamu untuk kembali menggerakkan perekonomian nasional Indonesia. Semoga kita kembali bisa menikmati dunia seperti sediakala dan tak ada salahnya Wish You Were Here kita ucapkan pada diri kita sendiri, sehingga kita kembali dapat mempelajari dunia dan segala dinamikanya dalam kehidupan kita. Selamat meresapi dan memaknai kembali setiap perjalanan yang membawa kita ke titik ini. 

Instagram @traveldreamland

Tuesday, September 28, 2021

Lesson Learned from Travel

Terkadang sebuah perjalanan bukan hanya mengumpulkan kepingan foto untuk dipajang di media sosial, melainkan melihat kacamata yang kita gunakan apakah sudah menggambarkan persepsi yang utuh tentang sebuah hal. Hal ini saya rasakan ketika melihat banyak sekali tempat yang semula tidak diperhitungkan atau bahkan tidak terdengar populer justru menyuguhkan pemandangan yang luar biasa atau kejutan tak terduga dari orang-orang di sekitarnya.

India (2016)

Jika ditanya apa yang dapat dipelajari dari perjalanan, tentunya banyak sekali. Bagaimana bertahan dalam kondisi yang tidak nyaman, menunggu berjam-jam menanti penerbangan selanjutnya di bandara, tidur layaknya gelandangan di bandara, tersesat di jalan tanpa tahu arah, atau bahkan menemukan kejutan tak terduga di setiap sudut jalan dari orang asing atau cerita tak terduga. Perjalanan memberikan banyak sekali pengalaman berharga dari sekadar duduk dan membaca berita yang memframing bagaimana suatu hal itu terjadi.

Lebih jauh lagi sebuah tempat baru bukan hanya memberikan kesan tersendiri, tetapi juga cerita yang dapat dibagikan. Kebaikan yang dapat direproduksi dalam bentuk konten untuk mengingatkan bahwa kita tidak sendiri di dunia ini. Ada miliaran umat manusia yang memiliki latar belakang, cerita, dan perjalanan yang berbeda-beda, bukan lagi tentang siapa yang benar atau siapa yang salah.

Secara unik bahkan saya melihat 2 sisi perspektif yang berbeda ketika berkunjung ke Hiroshima, Jepang dan Pearl Harbour, Hawaii, Amerika Serikat, di mana pahlawan adalah konsep yang relatif. Memahami kepahlawanan berarti memaknai siapa yang berjasa bagi kelompok tertentu. Pahlawan di satu pihak jadi pengkhianat di pihak lain, demikian sebaliknya. Satu garis besar dari pengalaman tersebut adalah menjelaskan kebaikan dan perdamaian adalah pahlawan bagi semuanya, bukan bagaimana siapa yang menjadi pahlawan dan tentang pembalasan dendam yang sukses pada pihak lain atau bagaimana seni membalas satu sama lain hingga akhirnya mengorbankan banyak pihak.

Semoga perjalanan tersebut juga menjadi bagian dari pemahaman kehidupan kita semua, bahkan hidup terlalu singkat untuk membatasi diri dengan framing dan kacamata yang dibuat untuk diri kita sendiri.

 

Instagram: @traveldreamland

Sunday, August 29, 2021

Makanan Khas dalam Wisata

Setiap kali berkunjung ke sebuah tempat pastinya selain tempat wisata yang ikonik, sajian kuliner setempat juga menjadi salah satu elemen yang ingin dicicipi ketika berada di tempatnya. Hal ini tentu saya rasakan juga ketika berkunjung ke berbagai tempat yang ada.

In n Out di California, Amerika Serikat

Sekalipun bukan makanan otentik dari suatu negara, nama “In n Out” sangat terkenal di California, Amerika Serikat. Saya pun mencicipi burger yang kaya akan daging dan mozzarella ini dengan kentang goreng yang sangat berlimpah ketika berada di wilayah California pada tahun 2017. Tak ketinggalan saya mencicipi coklat Belgia di Bruges yang terkenal sebagai kota kuno yang ikonik dan memiliki banyak bangunan bergaya Medieval.

Wisata di Kawasan Asia pun memberikan banyak sekali pengalaman kuliner buat saya, mulai dari roti Perancis di Vietnam, es potong di Singapura, dan nasi lemak di Malaysia. Memang wisata tidak hanya membantu kita melihat dengan kacamata yang lebih luas, tetapi juga melengkapi kita dengan pengalaman otentik di setiap tempatnya.

Semoga kita bisa kembali berwisata dan hidup kita berangsur pulih seperti sediakala!

 

Dreamland Traveller

@traveldreamland

Saturday, July 31, 2021

Masa Depan Dunia Pariwisata

Sudah 1,5 tahun pandemi hidup bersama kita dan sudah lama juga kita menyaksikan bagaimana pandemi mengakibatkan kematian di berbagai negara. Hal ini tentu memberikan banyak implikasi dalam kehidupan kita, mulai dari cara berinteraksi, menikmati kuliner, hingga berwisata. Salah satu kebijakan terbaru yang diterapkan pemerintah adalah PPKM Level 4, di mana sejumlah fleksibilitas terhadap dunia usaha mulai diberlakukan dengan beberapa ketentuan yang diperketat, seperti makan dengan durasi 20 menit hingga pembatasan kapasitas usaha hingga 50%.

Grand Place, Brussels

Tentu hal ini juga memunculkan tanda tanya besar bagi kita semua, yakni sampai kapan pandemi Covid-19 akan berakhir dan bagaimana berdamai dengan pandemi Covid-19. Suka tidak suka, sektor perekonomian tidak dapat terus menunggu kepastian akan kapan akhir dari pandemi Covid-19, tetapi juga harus beradaptasi terhadap situasi dan kondisi yang ada. Maka dari itu, sektor pariwisata pun perlu berbenah untuk mempersiapkan diri dalam memastikan agar bisnis dapat tetap berjalan, namun tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Beberapa negara sudah mulai membuka pintu untuk dunia pariwisata, seperti Turki, Perancis, Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya dengan kondisi vaksinasi yang sudah dilakukan hampir pada seluruh warga negara mereka. Memang kondisi ini masih belum dapat diakomodasi oleh pemerintah Indonesia mencermati tingkat kematian yang terus meningkat dari waktu ke waktu, ketersediaan rumah sakit yang terbatas, serta banyaknya nakes yang berguguran dari waktu ke waktu karena terpapar Covid-19.

Sebuah refleksi besar tentu dalam dunia pariwisata, bagaimana cara untuk berdamai dengan tingkat okupansi penginapan yang mendekati angka 0, kemudian bagaimana tempat wisata bertahan dengan uang tabungan yang tersisa untuk menghidupi karyawan yang bekerja didalamnya. Bagaimana agar bisa tetap mempertahankan stabilitas keuangan di tengah krisis yang bahkan tidak diketahui kapan dan bagaimana ujungnya selain mencoba untuk beradaptasi. Ekonomi dan kesehatan memang bukan pilihan ganda yang bersifat benar atau salah, tetapi harus berjalan beriringan menyikapi 1,5 tahun pandemi Covid-19.

Semoga dunia segera pulih, sektor pariwisata kembali bergerak, dan kita bisa kembali menikmati dunia dengan segala ceritanya!

 

Instagram: @traveldreamland

Sunday, June 27, 2021

Melihat Sex Museum di Amsterdam

Seks, seksualitas, dan erotisme adalah hal yang jarang atau tabu dibicarakan di Indonesia dan negara-negara di Asia pada umumnya. Rupanya hal ini berbeda ketika saya sedang melakukan perjalanan di Amsterdam. Setelah keluar dari Stasiun Amsterdam Centraal, hanya berjarak 50 meter berjalan lurus, saya menemukan sebuah tempat yang mengejutkan dengan ornamen yang erotis dengan pelang “Sex Museum”. Dengan rasa penasaran, saya masuk dan membeli karcis seharga 5 Euro untuk melihat isi dari Sex Museum ini.

Sex Museum, Amsterdam

Pada bagian depan museum, pengunjung akan disajikan patung, lukisan, serta diorama erotis yang tanpa sensor yang menunjukkan bagian intim dan segala hal yang berbau seks. Selain itu, terdapat aneka macam perilaku seksual yang ditunjukkan dengan foto, mulai dari fetisme, urolagnia, flaggelation, sadism, SM-bizarre, dan lain sebagainya. Terdapat juga gambaran Red Light District Amsterdam yang digambarkan dengan diorama jendela bergorden yang diisi oleh patung.

 

Sex Museum, Amsterdam

Lantai kedua dan ketiga berisi perkembangan seks dari masa ke masa yang menampilkan aneka pakaian, perabotan, diorama, aksesoris, adegan, serta foto-foto yang erotis. Banyak sekali pengunjung yang tersenyum, tersipu, dan juga tertawa ketika menyaksikan aneka pameran yang ditampilkan di Sex Museum, Amsterdam ini. Sungguh sebuah pengalaman yang unik ketika berwisata di Amsterdam melihat secara langsung aneka seks dan erotisme tanpa adanya sensor.

 

Dreamland Traveller

IG: @traveldreamland