Kejamnya
Kehidupan Ibukota
Jakarta
dikenal sebagai ibukota Indonesia yang sangat amat tidak ramah terhadap
masyarakat pendatang. Jujur sebagai masyarakat yang tinggal di kota tetangga
alias Bandung, Jakarta itu ibarat sebuah penjara besar yang memiliki berbagai
hal, sekaligus juga ribuan masalah didalamnya. Kemacetan yang parah, banjir
yang tidak tanggung-tanggung tingginya, orang-orang yang munafik, serta harga
barang yang amat sangat tinggi.
Seandainya
bukan karena urusan atau keperluan yang sangat mendesak, Dreamland mungkin
tidak akan mengunjungi tempat bernama Jakarta ini karena tidak mau berjibaku
dengan macet dan panasnya yang sangat membakar kulit. Seorang rekan Dreamland
pun pernah mengatakan, “Ibukota memang lebih kejam dari ibu tiri, ya?” Anekdot
itu memang sangat tepat untuk menggambarkan semua pengalaman pahit yang pernah
Dreamland alami di Jakarta.
Saat
Dreamland berada pada Kemah Kepemimpinan Menjadi Indonesia yang diselenggarakan
oleh Tempo Institute, Dreamland mengalami salah satu kekejaman ibukota yang
membekas di hati. Pada rangkaian acara kunjungan ke Sanggar Anak Akar,
Dreamland dan kawan-kawan harus menggunakan taksi untuk menuju tempat acara.
Ketika perjalanan ke lokasi acara, semua berjalan dengan lancar karena
Dreamland memilih taksi yang tepat. Tarifnya pun Rp 30.000,00.
Bencana
itu justru terjadi tatkala Dreamland berada pada perjalanan pulang dari Sanggar
Anak Akar. Saat itu, Dreamland sedang berjalan di trotoar dan secara tidak
sengaja menabrak dengan keras dahan pohon yang menonjol. Otomatis kepala
Dreamland benjol dan mengeluarkan darah cukup banyak. Kepanikan pun melanda
rekan-rekan Dreamland. Dengan sigap, kami segera mencari taksi dan tampaknya
ketidakberuntungan sedang menghampiri kami.
Dreamland
naik di taksi yang tampaknya tidak umum dikenal dengan sopir yang berasal dari
suku J. Awalnya kami semua merasa baik-baik saja. Hanya saja, keganjilan mulai
kami alami tatkala kami banyak memasuki tol dalam kota. Apalagi papan petunjuk
jalan yang ada di jalan tol menuju ke Bogor! Astaga perjalanan kami ke Lembaga
Pengawasan Mutu Pendidikan (LPMP) di Jagakarsa dipermainkan dan diputar-putar.
Kami
bolak-balik membayar tol dalam kota dan argo yang tertera pun fantastis tatkala
kami sampai di tempat tujuan, yakni Rp 150.000,00! Padahal sopir yang membawa
kami seolah ramah, baik, sopan, dan tidak tampak sebagai orang jahat. Ternyata
dugaan kami salah total. Ternyata Jakarta sanggup mengubah seorang yang baik
menjadi “musang berbulu domba” untuk mencari setoran tambahan untuk bertahan
hidup. Astaga, wajar jika Jakarta banyak sekali mendapat bencana jika
contoh-contoh orangnya saja hidup dengan cara semacam ini.
Pengalaman
pahit Dreamland di Jakarta pun tidak berhenti sampai di sana. Dreamland pernah
berwisata bersama keluarga ke salah satu wilayah di Jakarta. Kebetulan
Dreamland ingin mengunjungi salah satu sanak saudara yang tinggal di ibukota
ini. Berhubung jalan yang ada di Jakarta sangat awam Dreamland ketahui,
Dreamland pun bertanya pada orang yang sedang duduk di pinggir jalan. Orang
tersebut pun menjelaskan, “Sudah dekat kok, tinggal lurus saja.”
Oke,
Dreamland mengikuti panduan orang tersebut. Namun setelah Dreamland cari-cari
kok tidak ketemu ya. Dreamland pun bertanya kembali pada orang yang lewat.
Tidak tahunya jalan yang dicari harusnya belok ke kanan! Entah iseng, niat
menjahili, kurang kerjaan, atau senang menyesatkan, tapi pengalaman tersebut
membuat Dreamland sangat kapok bertanya pada masyarakat di Jakarta. Apakah pengaruh
kehidupan yang kompetitif di Jakarta membuat sifat orang berubah sedemikian
rupa sehingga tipu menipu sangat lazim dilakukan di Jakarta ini?
Ada
lagi kisah memilukan yang pernah dialami turis mancanegara yang berlibur di
Jakarta. Pengalaman ini Dreamland dengar dari tersangka pelaku penipuan ini
alias sopir taksi yang sedang mangkal di bandara. Kebetulan saat itu Dreamland
sedang menunggu bus untuk pulang kembali ke Bandung dan terjadilah percakapan
heboh antar sopir taksi yang membuat Dreamland mengelus dada.
“Eh
tahu ga, kemarin saya dapat rezeki nomplok pas antar bule di Jakarta. Dia tuh
ga punya uang rupiah kan, terus saya tawarin mau tukar ga. Dia pun bersedia
menukar dengan kurs rupiah yang saya tentukan, yakni 1 USD untuk 2.000 rupiah.
Lumayan saya dapat untung besar malam itu. Belum lagi saya peras pas dia pergi
ke Pulau Seribu. Uang lebihnya hampir 5 juta saya pakai jalan-jalan sama
keluarga, soalnya uang panas kan kalau ditabung nanti diambil tuyul. Hahaha…
Pas ketemu saya, si bule itu kabur ketakutan.”
Gila!
Dreamland merasa beruntung tidak perlu menjadi turis mancanegara yang berlibur
ke Jakarta karena mengetahui bahwa orang Jakarta tidaklah seramah masyarakat
Indonesia pada umumnya. Picik, penuh akal dan tipu daya, serta menghalalkan
segala cara menjadi cara mereka bertahan hidup. Dreamland saja yang
mendengarnya saja sampai merinding, antara kesal dan marah bercampur menjadi
satu.
Kekejaman
kehidupan Jakarta juga akan sangat terasa tatkala jam masuk dan pulang kerja di
mana jutaan mobil tumpah ruah di jalan. Selain panasnya yang sangat menyengat,
bau asap kendaraan bermotor pun sangat tercium pekat. Di jalan pun malaikat
maut selalu mengintai tatkala kita tidak berhati-hati menyeberang, bisa-bisa
kita ditabrak dan terlindas oleh kendaraan. Salip menyalip kendaraan dan
rupa-rupa kata-kata kasar pun menyeruak bersama dengan hiruk pikuk yang ada.
Jalur
busway pun serupa. Angkutan umum di Jakarta ini rawan copet dan orang-orang yang
berniat kurang baik. Bagi wanita muda, amat sangat disarankan tidak memakai
pakaian yang minim karena bisa menjadi sasaran seksual orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Belum lagi ada motif di angkot yang berpura-pura muntah
untuk mengambil barang berharga yang kita miliki. Pokoknya Jakarta menuntut dan
mengharuskan kita untuk sangat amat berhati-hati di jalan dan di setiap sudut
yang ada didalamnya.
Kesenjangan
sosial yang ada di Jakarta pun sangat kontras untuk disaksikan. Kita dapat
melihat kemegahan dan kemewahan Grand Indonesia, Pasific Place, Plaza
Indonesia, Senayan City, dan mal megah lainnya. Namun di sisi lain, kita akan
melihat ratusan pemukiman kumuh dengan kondisi yang amat sangat memprihatinkan
berdiri berdampingan. Terlihat adanya jurang pemisah antara si miskin dan si
kaya di Jakarta. Belum lagi jika Anda seorang travel budget, jangan harap Anda
akan bisa berhemat sehemat-hematnya di Jakarta karena harga makanan dan minuman
di sini sangatlah tinggi dengan akomodasi yang mahal untuk kondisi yang layak.
Bagi
wisatawan yang ingin bepergian di Jakarta, usahakan untuk memiliki kenalan di
Jakarta atau mengikuti jasa tur yang tersedia atau mempelajari setiap peta
transportasi umum agar tidak tertipu atau mengalami hal yang tidak menyenangkan
selama berwisata di Jakarta. Sebagai turis domestik saja Dreamland merasa
Jakarta tidak ramah pada pendatang, apalagi turis mancanegara. Naik kopaja atau
metromini bagaikan berada di mobil sauna lengkap dengan aroma ketiak dan pengap
karena saking penuhnya.
Semoga
Jakarta dapat bercermin, berbenah, dan menjadi tempat yang lebih manusiawi.
Jangan hanya menuntut pemerintah ini dan itu, tapi kebiasaan menipu, buang
sampah sembarangan, pakai kendaraan pribadi seorang diri, dan kebiasaan munafik
lainnya terus berlanjut. Mulailah berubah agar kekejaman ibukota tidak lebih
kejam dari ibu tiri yang sudah sangat kejam! Selamat berbenah!
~
oOo ~
atulisan yang keren gan,,, mudah dipahami,,,
ReplyDelete