Wednesday, February 6, 2013

Kejamnya Kehidupan Ibukota

Dreamland Traveller Moment


Kejamnya Kehidupan Ibukota
            Jakarta dikenal sebagai ibukota Indonesia yang sangat amat tidak ramah terhadap masyarakat pendatang. Jujur sebagai masyarakat yang tinggal di kota tetangga alias Bandung, Jakarta itu ibarat sebuah penjara besar yang memiliki berbagai hal, sekaligus juga ribuan masalah didalamnya. Kemacetan yang parah, banjir yang tidak tanggung-tanggung tingginya, orang-orang yang munafik, serta harga barang yang amat sangat tinggi. 
            Seandainya bukan karena urusan atau keperluan yang sangat mendesak, Dreamland mungkin tidak akan mengunjungi tempat bernama Jakarta ini karena tidak mau berjibaku dengan macet dan panasnya yang sangat membakar kulit. Seorang rekan Dreamland pun pernah mengatakan, “Ibukota memang lebih kejam dari ibu tiri, ya?” Anekdot itu memang sangat tepat untuk menggambarkan semua pengalaman pahit yang pernah Dreamland alami di Jakarta.
            Saat Dreamland berada pada Kemah Kepemimpinan Menjadi Indonesia yang diselenggarakan oleh Tempo Institute, Dreamland mengalami salah satu kekejaman ibukota yang membekas di hati. Pada rangkaian acara kunjungan ke Sanggar Anak Akar, Dreamland dan kawan-kawan harus menggunakan taksi untuk menuju tempat acara. Ketika perjalanan ke lokasi acara, semua berjalan dengan lancar karena Dreamland memilih taksi yang tepat. Tarifnya pun Rp 30.000,00.
           Bencana itu justru terjadi tatkala Dreamland berada pada perjalanan pulang dari Sanggar Anak Akar. Saat itu, Dreamland sedang berjalan di trotoar dan secara tidak sengaja menabrak dengan keras dahan pohon yang menonjol. Otomatis kepala Dreamland benjol dan mengeluarkan darah cukup banyak. Kepanikan pun melanda rekan-rekan Dreamland. Dengan sigap, kami segera mencari taksi dan tampaknya ketidakberuntungan sedang menghampiri kami.
            Dreamland naik di taksi yang tampaknya tidak umum dikenal dengan sopir yang berasal dari suku J. Awalnya kami semua merasa baik-baik saja. Hanya saja, keganjilan mulai kami alami tatkala kami banyak memasuki tol dalam kota. Apalagi papan petunjuk jalan yang ada di jalan tol menuju ke Bogor! Astaga perjalanan kami ke Lembaga Pengawasan Mutu Pendidikan (LPMP) di Jagakarsa dipermainkan dan diputar-putar.
            Kami bolak-balik membayar tol dalam kota dan argo yang tertera pun fantastis tatkala kami sampai di tempat tujuan, yakni Rp 150.000,00! Padahal sopir yang membawa kami seolah ramah, baik, sopan, dan tidak tampak sebagai orang jahat. Ternyata dugaan kami salah total. Ternyata Jakarta sanggup mengubah seorang yang baik menjadi “musang berbulu domba” untuk mencari setoran tambahan untuk bertahan hidup. Astaga, wajar jika Jakarta banyak sekali mendapat bencana jika contoh-contoh orangnya saja hidup dengan cara semacam ini.
            Pengalaman pahit Dreamland di Jakarta pun tidak berhenti sampai di sana. Dreamland pernah berwisata bersama keluarga ke salah satu wilayah di Jakarta. Kebetulan Dreamland ingin mengunjungi salah satu sanak saudara yang tinggal di ibukota ini. Berhubung jalan yang ada di Jakarta sangat awam Dreamland ketahui, Dreamland pun bertanya pada orang yang sedang duduk di pinggir jalan. Orang tersebut pun menjelaskan, “Sudah dekat kok, tinggal lurus saja.”
            Oke, Dreamland mengikuti panduan orang tersebut. Namun setelah Dreamland cari-cari kok tidak ketemu ya. Dreamland pun bertanya kembali pada orang yang lewat. Tidak tahunya jalan yang dicari harusnya belok ke kanan! Entah iseng, niat menjahili, kurang kerjaan, atau senang menyesatkan, tapi pengalaman tersebut membuat Dreamland sangat kapok bertanya pada masyarakat di Jakarta. Apakah pengaruh kehidupan yang kompetitif di Jakarta membuat sifat orang berubah sedemikian rupa sehingga tipu menipu sangat lazim dilakukan di Jakarta ini?
            Ada lagi kisah memilukan yang pernah dialami turis mancanegara yang berlibur di Jakarta. Pengalaman ini Dreamland dengar dari tersangka pelaku penipuan ini alias sopir taksi yang sedang mangkal di bandara. Kebetulan saat itu Dreamland sedang menunggu bus untuk pulang kembali ke Bandung dan terjadilah percakapan heboh antar sopir taksi yang membuat Dreamland mengelus dada.
            “Eh tahu ga, kemarin saya dapat rezeki nomplok pas antar bule di Jakarta. Dia tuh ga punya uang rupiah kan, terus saya tawarin mau tukar ga. Dia pun bersedia menukar dengan kurs rupiah yang saya tentukan, yakni 1 USD untuk 2.000 rupiah. Lumayan saya dapat untung besar malam itu. Belum lagi saya peras pas dia pergi ke Pulau Seribu. Uang lebihnya hampir 5 juta saya pakai jalan-jalan sama keluarga, soalnya uang panas kan kalau ditabung nanti diambil tuyul. Hahaha… Pas ketemu saya, si bule itu kabur ketakutan.”
            Gila! Dreamland merasa beruntung tidak perlu menjadi turis mancanegara yang berlibur ke Jakarta karena mengetahui bahwa orang Jakarta tidaklah seramah masyarakat Indonesia pada umumnya. Picik, penuh akal dan tipu daya, serta menghalalkan segala cara menjadi cara mereka bertahan hidup. Dreamland saja yang mendengarnya saja sampai merinding, antara kesal dan marah bercampur menjadi satu.
            Kekejaman kehidupan Jakarta juga akan sangat terasa tatkala jam masuk dan pulang kerja di mana jutaan mobil tumpah ruah di jalan. Selain panasnya yang sangat menyengat, bau asap kendaraan bermotor pun sangat tercium pekat. Di jalan pun malaikat maut selalu mengintai tatkala kita tidak berhati-hati menyeberang, bisa-bisa kita ditabrak dan terlindas oleh kendaraan. Salip menyalip kendaraan dan rupa-rupa kata-kata kasar pun menyeruak bersama dengan hiruk pikuk yang ada.
            Jalur busway pun serupa. Angkutan umum di Jakarta ini rawan copet dan orang-orang yang berniat kurang baik. Bagi wanita muda, amat sangat disarankan tidak memakai pakaian yang minim karena bisa menjadi sasaran seksual orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Belum lagi ada motif di angkot yang berpura-pura muntah untuk mengambil barang berharga yang kita miliki. Pokoknya Jakarta menuntut dan mengharuskan kita untuk sangat amat berhati-hati di jalan dan di setiap sudut yang ada didalamnya.
            Kesenjangan sosial yang ada di Jakarta pun sangat kontras untuk disaksikan. Kita dapat melihat kemegahan dan kemewahan Grand Indonesia, Pasific Place, Plaza Indonesia, Senayan City, dan mal megah lainnya. Namun di sisi lain, kita akan melihat ratusan pemukiman kumuh dengan kondisi yang amat sangat memprihatinkan berdiri berdampingan. Terlihat adanya jurang pemisah antara si miskin dan si kaya di Jakarta. Belum lagi jika Anda seorang travel budget, jangan harap Anda akan bisa berhemat sehemat-hematnya di Jakarta karena harga makanan dan minuman di sini sangatlah tinggi dengan akomodasi yang mahal untuk kondisi yang layak.
            Bagi wisatawan yang ingin bepergian di Jakarta, usahakan untuk memiliki kenalan di Jakarta atau mengikuti jasa tur yang tersedia atau mempelajari setiap peta transportasi umum agar tidak tertipu atau mengalami hal yang tidak menyenangkan selama berwisata di Jakarta. Sebagai turis domestik saja Dreamland merasa Jakarta tidak ramah pada pendatang, apalagi turis mancanegara. Naik kopaja atau metromini bagaikan berada di mobil sauna lengkap dengan aroma ketiak dan pengap karena saking penuhnya.
            Semoga Jakarta dapat bercermin, berbenah, dan menjadi tempat yang lebih manusiawi. Jangan hanya menuntut pemerintah ini dan itu, tapi kebiasaan menipu, buang sampah sembarangan, pakai kendaraan pribadi seorang diri, dan kebiasaan munafik lainnya terus berlanjut. Mulailah berubah agar kekejaman ibukota tidak lebih kejam dari ibu tiri yang sudah sangat kejam! Selamat berbenah!

~ oOo ~

1 comment:

Terima kasih dan selamat datang di Dreamland Traveller! Komentar, saran, dan pertanyaan dapat dituliskan pada kolom komentar di bawah ini.