Merdeka
dari Belenggu Mainstream!
Memperingati
Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-68, tentu menjadi sebuah momen
bersejarah bagi kita semua karena 17 Agustus adalah hari penting yang menjadi
tonggak awal kemandirian bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka,
berdaulat, dan berdiri secara kokoh sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Para pahlawan telah berkorban jiwa dan raga demi membebaskan negara
Indonesia dari belenggu para penjajah. Tentu sebagai generasi yang menikmati
kemerdekaan, sudah sepatutnya kita mengisi kehidupan kita dengan prestasi dan
kebanggaan bagi bangsa dan negara tercinta.
Melihat
kemerdekaan bangsa Indonesia, rasanya Dreamland patut bertanya dalam hati apakah
kita sudah menjadi orang yang merdeka? Bangsa kita memang secara tersurat sudah
merdeka tanggal 17 Agustus 1945, tapi nyatanya bangsa kita belumlah menjadi
bangsa yang benar-benar “merdeka”. Melihat banyaknya berita tentang korupsi,
konflik SARA, teroris, kejahatan, dan berbagai kasus memilukan lainnya seolah
menjadi tamparan keras bagi para pahlawan bahwa jasa mereka belumlah cukup
untuk memerdekakan bangsa Indonesia sepenuhnya.
Dalam
konteks individu, Dreamland melihat orang Indonesia juga belum sepenuhnya
merdeka. Orang Indonesia masih cenderung bersifat munafik dan ikut apa yang
banyak orang ikuti, meskipun apa yang mereka ikuti belum tentu tepat dan benar
bagi diri mereka sendiri. Contoh kecilnya saja saat memilih jurusan kuliah. “Saya
pilih jurusan A saja karena banyak teman saya yang ke jurusan A. Biar ada
teman.” kata seorang teman Dreamland. Padahal jurusan A belum tentu cocok
dengan bakat dan minat yang dimiliki teman Dreamland.
Tak
hanya itu, orang Indonesia juga sangat kepo dengan kehidupan orang lain. “Kamu
udah punya pacar belum? Kapan mau menikah? Sudah punya anak belum?” Pertanyaan
klasik itu memang menunjukkan kepedulian, namun jika ditanyakan berulang kali
rasanya seolah kita turut campur dalam kehidupan orang lain. Akibatnya kita
seolah terkungkung pada persepsi publik bahwa cewek yang belum menikah itu
tidak laku, cowok yang tidak pacaran itu homo, dan tidak segera punya anak
setelah menikah itu mandul. Pokoknya hidup kita jadi serba tergantung pada
pandangan orang lain.
Demikian
juga saat memutuskan untuk liburan. “Buat apa jalan-jalan ke luar negeri,
uangnya kan bisa ditabung.” kata kebanyakan orang. Tapi kenyataannya boro-boro
uangnya ditabung, justru dihambur-hamburkan untuk sesuatu yang tidak penting. Nanti
ada diskon besar-besaran langsung deh beli satu truk buat dibagi-bagi ke sanak
saudara. “Ngapain ke luar negeri, memangnya Indonesia tidak kurang bagus ya?”
kata orang yang sok idealis. Nyatanya, dia sendiri saja tidak pernah
jalan-jalan di Indonesia dan pikirannya menjadi picik. Kita dipaksa ikut mainstream dan menjadi orang yang tidak
merdeka.
Tidak
ketinggalan banyak orang iri tingkat kronis saat melihat keberhasilan orang
lain. “Lagi-lagi si itu lagi ya yang menang atau berhasil. Huh jangan-jangan
dia nyogok atau main dukun di belakang ya.” kata orang sirik. Hidupnya
didedikasikan untuk mengurusi keberhasilan orang lain, bukan mencoba belajar
bagaimana caranya menjadi berhasil. Wajar kalau akhirnya dia hanya menjadi
orang yang terjajah oleh pola pikirnya sendiri. Bagaimana mau menyukseskan
dirinya sendiri jika dia sendiri sibuk mengurusi orang lain yang lebih
berhasil?
Selain
itu, saat pergi ke suatu destinasi sendirian, pasti muncul pikiran, “Aduh,
gimana ya kalau aku dirampok? Nanti makan sama tidur di mana?” Pokoknya
ketakutan dalam pikiran itu diperkuat oleh omongan orang-orang. “Iya mendingan
jangan pergi deh. Ngapain kalau blablabla…” Akibatnya kita menjadi orang
penakut yang tak tahu apa-apa karena terlalu takut dengan apa yang belum tentu
terjadi. Kita jadi terjajah oleh pikiran kita sendiri. Dunia akhirnya hanya
rumah – kampus – kantor – mal – rumah makan – rumah dan kita tidak mampu melihat
dunia yang begitu luas ini.
Melihat
kemerdekaan bangsa kita, rasanya kita juga patut bertanya sudahkah kita menjadi
orang yang merdeka? Atau selama ini, kita hanya menjadi korban dari mainstream. Kamu cantik kalau kamu pakai
rok mini, pakai produk A, dan ikuti gaya baju dari negara B. Cowok macho itu
harus berotot, rajin fitness, punya
pacar selusin, pakai motor gede, merokok, dan lain sebagainya. Akibatnya kita
berusaha menjadi orang lain dan kehilangan diri sendiri. Ingat, “kematian” diri
kita baru saja terjadi saat kita kehilangan ciri khas dari pribadi kita
sendiri.
Mulai
sekarang, janganlah menjadi orang yang munafik. Katakan suka jika suka, katakan
tidak jika tidak. Buanglah ketakutan dan rasa sungkan dalam hati. Lihatlah
dunia seluas mungkin dan sadarilah bahwa kita terlalu dini untuk menilai diri
kita terlalu pintar dan cerdas untuk mengubah dunia. Dunia adalah panggung
kehidupan yang kompleks dengan manusia-manusia unik didalamnya. Semakin banyak
tempat yang kita kunjungi, semakin sadar juga diri kita apa yang menjadi
kelebihan dan kekurangan negara kita.
Kemerdekaan
diri kita juga terjadi kalau kita sadar bahwa kita adalah manusia yang merdeka.
Kita bebas memilih meskipun orang lain tidak suka dengan pilihan kita. Kita
berhak memilih jurusan yang kita sukai, hobi yang kita geluti, dan kebiasaan
yang kita inginkan sesuai hati nurani kita sendiri, bukan pendapat orang tua,
teman, atau guru. Kitalah yang menentukan seperti apa masa depan kita nantinya,
bukan mereka yang hanya bisa bersuara dan mengutuk jika apa yang kita kerjakan
tidak berhasil.
Orang
tidak akan peduli jika kita tidak berhasil. Mereka hanya datang saat kita
berhasil dan berusaha meresapi hasil dari keberhasilan itu. Merdeka itu bukan
hanya sekadar kata, melainkan juga perbuatan. Saat pikiran dan tindakan kita
masih terjajah, kita bukanlah manusia yang merdeka. Merdeka itu bagaimana kita
bisa menjadi diri sendiri tanpa pengaruh dari orang lain.
Sudahkah Anda menjadi orang yang
merdeka? Selamat memerdekakan diri Anda di HUT RI ke-68 ini!
Dreamland Traveller, 17 Agustus 2013
~
oOo ~
Setuju !!! Be yourself !!!
ReplyDeleteTerima kasih untuk apresiasinya :)
Delete