Dreamland Traveller Moment
Spesial Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2013
Menerima
Perbedaan, Memelihara Persatuan
Miris
rasanya mendengar kabar masih begitu banyak perpecahan yang disebabkan oleh
perbedaan suku, agama, ras, dan golongan. Tawuran antarpelajar, antarsuku,
antarRT, dan lain sebagainya mewarnai pemberitaan media massa dalam kurun waktu
1 tahun terakhir ini. Tak hanya itu, organisasi yang mengatasnamakan agama juga
kerapkali menggunakan kekerasan dengan alasan menegakkan kebenaran. Sungguh
sangat memprihatinkan.
Di
usia bangsa Indonesia yang sudah menginjak 68 tahun ini, masih ada sebagian
kalangan Indonesia yang bersikap picik, primitif, dan fanatik. Masing-masing
sibuk mempertahankan kebenaran berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Ketika
melihat ada perbedaan pendapat, tidak ada lagi kata musyawarah untuk mufakat.
Perbedaan itu ditumpas dan harus disamaratakan dengan pendapat mayoritas.
Itulah
realitas yang kita temui sehari-hari. Kaum yang benar pasti akan selalu kalah
oleh kekuatan mayoritas yang sudah jelas-jelas merugikan banyak orang. Pada
akhirnya, kita tak ubahnya negara dunia yang ketiga yang keadaan politiknya
masih labil, seperti Myanmar. Tentu sebagai negara yang sudah merdeka dan
berdaulat, kita tidak ingin disamaratakan dengan negara yang masih belum
benar-benar merdeka sepenuhnya, bukan?
Dalam
memperingati Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada hari ini, sudah sepatutnya kita
menghayati kembali apa esensi dari Sumpah Pemuda itu sendiri. Jangan sampai
kita hanya mampu menghafal isi dari Sumpah Pemuda, tapi tidak tahu bagaimana
cara merealisasikan hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Isi dari Sumpah Pemuda:
Kami putra dan putri Indonesia mengaku
bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia mengaku
berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kita
akan sadar betapa terbatas, kecil, dan tidak berdayanya diri kita tatkala kita
sudah melihat dunia di luar Indonesia. Kita tidak akan bersikap sok nasionalis,
sok benar, sok suci, dan sok sok lainnya. Wisata atau jalan-jalan akan
mengajarkan kita semua bahwa perbedaan itu indah. Kita bisa melihat bagaimana
kebudayaan satu bangsa dengan bangsa lainnya sangat kontras satu sama lain.
Perbedaan
yang ada di setiap negara itu nyatanya tidak membuat mereka harus berpisah atau
terpecah belah. Justru perbedaan itu kelak menjadi daya tarik wisata yang
membuat wisatawan mau datang berbondong-bondong untuk mengunjungi negara
tersebut. Sebut saja salah satunya, Thailand. Meskipun waria dianggap makhluk
terhina di Indonesia, Thailand justru menjadi mereka makhluk “spesial” yang
mendatangkan uang bagi pariwisata Thailand.
Thailand
mengemas manusia yang “spesial” ini dalam pertunjukkan kabaret, tarian, dan
bernyanyi yang membuat banyak orang tertarik untuk datang melihat mereka.
Meskipun harga tiket nontonnya tidak murah, banyak orang berbondong-bondong
untuk menyaksikan pertunjukkan ini lho sampai kursinya terisi penuh semua dari
VIP sampai regular. Lihat betapa cerdasnya pemerintah Thailand mengemas
pariwisata dengan memanfaatkan kaum yang termarginalkan di Indonesia.
Lain
halnya dengan Malaysia. Negara tetangga yang suka bermasalah dengan negara kita
perihal penyiksaan TKI ini juga mengajarkan kita betapa indahnya perbedaan.
Dreamland melihat anak sekolah, baik dari suku Melayu, China, dan India mereka
beriringan masuk ke bus umum dan berbincang satu sama lain. Tidak ada sebutan “Dasar
Cina!”, “Dasar India!”, dan lain sebagainya yang dilontarkan. Mereka memaknai
perbedaan sebagai sebuah ciri khas tersendiri bagi Malaysia. Satu hal yang
patut diacungi jempol adalah setiap kaum bisa menjadi pejabat negara Malaysia,
entah itu dari Melayu, China, maupun India.
Malu
rasanya jika Indonesia yang benar-benar memiliki deklarasi persatuan layaknya
Sumpah Pemuda ini malah berperilaku seperti kaum primitif yang tidak punya
panduan sama sekali. Sentimen terhadap agama, suku, dan golongan tertentu masih
terasa kuat, khususnya di daerah-daerah. Jika bukan kita yang mengubah
paradigma yang sudah mendarah daging dalam masyarakat Indonesia dewasa ini,
siapa lagi yang akan melakukannya?
Maka
dari itu, jelajahi dunia sejauh mungkin dan kembalilah ke Indonesia. Rasakan
dan saksikan betapa beragamnya dunia yang kita pijak. Temukan dan bawalah
nilai-nilai berharga yang kita temui dari setiap jengkal dunia yang kita lalui
agar kelak kita menjadi orang yang bijaksana. Menerima perbedaan berarti juga
memelihara persatuan. Selamat Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2013!
~
oOo ~