Day
5 : Membisu di Choeung Ek Memorial dan Toul Sleng Genocide Museum
Dreamland
pun bersiap untuk mengikuti city tour
dari supir tuk-tuk yang telah disewa kemarin. Supir tuk-tuk pun bersiap untuk
membawa Dreamland menuju Choeung Ek Memorial yang terletak sekitar 15 km dari
kota Phnom Penh. Perjalanan selama 40 menit pun terasa begitu lama karena
suasana jalan yang sangat berdebu dan menyaksikan kemacetan di beberapa titik
jalan di Phnom Penh. Dreamland juga melihat kota Phnom Penh sedang dibangun
besar-besaran dengan adanya berbagai mesin berat yang sedang mengerjakan
bangunan besar.
Sesampainya
di Choeung Ek Memorial, suasana sunyi pun langsung terasa. Dreamland langsung
masuk ke konter tiket dan membayar 5 US Dollar. Biaya tersebut sudah termasuk audio guide yang akan menerangkan
berbagai sejarah Choeung Ek sebagai killing
field di masa Khmer Merah dalam bahasa yang kita inginkan. Sayangnya Bahasa
Indonesia tidak tersedia sebagai opsi bahasa, akhirnya Dreamland pun memilih
Bahasa Malaysia sebagai bahasa audio agar
mudah dimengerti dibandingkan bahasa lainnya.
Choeung
Ek Memorial sendiri awalnya adalah kompleks perkuburan China. Namun tempat ini
berubah fungsi menjadi ladang pembantaian rakyat Kamboja atau Khmer pada masa
kepemimpinan Pol Pot. Pol Pot adalah pemimpin Khmer Merah yang bercita-cita
untuk mengubah negara Kamboja yang korupsi pada saat masa kerajaan menjadi
negara komunis. Tak heran tatkala ada rakyat yang dianggap sebagai pemberontak
atau pembela pemimpin sebelumnya akan ditangkap dan disiksa sampai akhirnya
dibunuh di tempat ini.
Dreamland
pun melihat sebuah monumen besar yang dipenuhi rak berisi tengkorak dan pakaian
korban pada masa Khmer Merah berkuasa. Pada saat Khmer Merah berkuasa, tak
kurang dari 2,5 juta masyarakat Kamboja dibunuh secara brutal dan dibuang di
ladang pembantaian ini. Suasana Choeung Ek Memorial ini sangat sunyi karena
pengunjung diminta untuk menghormati arwah dari para korban S-21 yang dibunuh
secara tidak wajar.
Hampir
semua pengunjung adalah bule yang menggunakan audio guide. Dengan seksama, mereka mendengarkan cerita yang
dipaparkan dari setiap bagian dari situs yang ada di Choeung Ek Memorial.
Sangat seram rasanya membayangkan korban yang disiksa secara brutal, kemudian
dibunuh dengan begitu mudahnya pada masa Khmer Merah. Cerita audio guide membuat Dreamland serasa
kembali ke masa kepemimpinan Khmer Merah, di mana Dreamland melihat bayi,
wanita, dan pria dibunuh secara massal di tempat ini.
Rekaman
akan menceritakan kisah sesuai nomor yang ada di situs yang kita kunjungi.
Kebanyakan situs adalah papan baca karena tempat tersebut sudah dihancurkan
pada saat ditemukan setelah masa kepemimpinan Khmer Merah atau Democratic
Kampuchea berakhir. Korban yang dibawa ke tempat ini ditutup matanya sebelum
akhirnya dibunuh dengan peralatan yang ada, mulai dari kampak, balok kayu,
pisau, dan peralatan lainnya. Sangat mengerikan sekali jika membayangkan hal
tersebut terjadi.
Di
ladang pembantaian ini, terdapat pohon yang digunakan untuk membunuh bayi agar tidak
bisa membalas dendam pada penguasa Khmer Merah saat dewasa nanti. Bayi-bayi
malang itu dibunuh dengan cara diangkat kedua kakinya dan dibenturkan ke pohon
dengan sangat keras sampai mati. Setelah itu, mayatnya dibuang begitu saja ke
lubang yang telah disiapkan. Setelah itu, ada juga pohon yang digunakan sebagai
pengeras suara untuk mengumandangkan lagu-lagu komunis Kamboja pada saat
petugas Khmer Merah membunuh korbannya secara brutal, sehingga teriakan dan
tangisan tersamarkan oleh bunyi musik-musik tersebut. Benar-benar sangat sadis.
Setelah
puas melihat ladang pembantaian yang menjadi bekas tempat dikuburnya jutaan
tengkorak, mulai dari wanita dan anak yang dibunuh dalam keadaan telanjang,
buruh yang mati karena kerja paksa, sampai bayi-bayi yang mati dengan cara
dibanting ke pohon. Dreamland pun masuk ke museum yang ada dan melihat
foto-foto yang ada pada masa lampau. Betapa jahatnya Pol Pot membunuh
masyarakat Khmer sendiri demi mewujudkan ambisinya menjadikan Kamboja sebagai
komunis. Ada dugaan Vietnam dan China berperan serta dalam mempengaruhi
ideologi Pol Pot, sehingga ia berasumsi mengubah Kamboja menjadi sama seperti
komunis menurut sejumlah masyarakat lokal.
Di
museum Choeung Ek Memorial, berbagai peralatan pembunuhan dan foto-foto
pembantaian dipampangkan dengan gamblang. Betapa menyedihkannya melihat jutaan
orang mati sia-sia sampai foto beberapa artis Kamboja pun ikut menjadi korban
dalam peristiwa ini. Kebetulan Dreamland berkesempatan melihat video berdurasi
15 menit di ruangan audio visual
museum Cheoung Ek Memorial. Dreamland pun akhirnya mengerti sejarah lahirnya
Khmer Merah dan dampak yang mereka hasilkan selama 4 tahun berkuasa di Kamboja.
Sehabis
mengheningkan cipta di Choeung Ek Memorial dengan segala saksi bisu kekejaman
Khmer Merah didalamnya, Dreamland pun beranjak menuju Toul Sleng Genocide
Museum (S-21) yang terletak dengan penginapan yang Dreamland tempati. Supir
tuk-tuk pun dengan sigap membawa Dreamland kembali ke Phnom Penh. Di
perjalanan, Dreamland menyempatkan diri untuk membeli sejumlah makanan sebelum
akhirnya tiba di museum mengerikan ini.
Toul
Sleng Genocide Museum ini terletak di tengah pemukiman warga. Bangunan sekolah
ini tetap dipertahankan dengan kondisinya seperti di masa lampau, sehingga
menambah kesan keangkeran dari tempat penyiksaan ini sendiri. Di masa lampau,
Toul Sleng Genocide ini merupakan tempat penahanan dan penangkapan tahanan yang
dicurigai sebagai pemberontak sebelum akhirnya dibunuh di killing field yang ada di Choeung Ek. Sungguh sebuah museum yang
sangat amat menyeramkan walaupun dikunjungi saat siang hari.
Setelah
membayar tiket masuk senilai 2 US Dollar, Dreamland dibawa melihat tempat
penyiksaan korban kekejaman Khmer Merah yang disebut tahanan S-21 secara nyata.
Ranjang-ranjang penderitaan dibiarkan terpampang begitu saja di ruangan yang
sudah tak bertuan ini. Ruangan yang awalnya kelas ini disulap menjadi tempat
penyiksaan yang sangat memilukan. Sisa darah para korban masih tertinggal di
besi dan lantai dari Toul Sleng Genocide tanpa bisa terhapus oleh masa.
Museum
ini menyajikan tempat penyiksaan secara nyata. Kita seolah dapat membayangkan
saat petugas Khmer Merah menyiksa rakyat Khmer. Sebelum mereka dibunuh, mereka
difoto terlebih dahulu dengan alat fotografi kuno yang tersedia. Dengan diberi
nomor urut, mereka akan dibunuh secara bergilir sesuai nomor urut yang ada.
Kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan laki-laki yang masih remaja dan
sangat muda. Foto mereka terpampang besar di sepanjang ruang museum.
Mereka
disiksa secara membabi buta di Toul Sleng Genocide ini, mulai dari dicabut kuku
jarinya dengan tang, dicabut puting payudaranya dengan capit besi,
ditenggelamkan dalam kolam dan gentong, serta dibelenggu dalam sel penjara yang
amat sangat kecil. Tak heran jika beberapa diantara para tahanan ini ada yang
meninggal karena tidak tahan dengan kekejaman rezim Khmer Merah ini. Mengerikan
rasanya melihat ilustrasi yang ditampilkan di sini.
Toul
Sleng Genocide Museum ini terdiri dari 4 gedung yang mampu menggambarkan betapa
menyedihkannya nasib tahanan di masa Khmer Merah berkuasa, yakni pada 17 April
1975 sampai 7 Januari 1979. Korbannya bukan hanya warga Khmer saja, tetapi juga
ada orang asing yang ikut dibunuh di sini. Mereka sempat menulis surat yang
dipamerkan sebelum akhirnya nyawa mereka melayang di Kamboja. Sungguh tragis
dan memilukan.
Saat
memasuki ruang tahanan yang masih sama seperti masa itu, sisa darah para
tahanan yang sudah menghitam masih terlihat di lantai. Para tahanan ini tidak
diberi makanan secara layak dan hanya menunggu waktu untuk mati. Mereka pun
hanya mandi dengan cara dipancurkan air dari luar jendela. Itu pun hanya
dilakukan 1 minggu sekali saja. Tidur pun berdempetan seperti sarden. Mereka
diperlakukan layaknya binatang yang tidak punya harga sama sekali.
Setelah
selesai mengeksplorasi museum yang menyisakan duka bagi masyarakat Kamboja ini,
Dreamland pun langsung menuju lokasi wisata selanjutnya, yakni The Royal Palace
and Silver Pagoda. Di Toul Sleng Genocide ini ada seorang korban tahanan Khmer
Merah yang selamat dan menulis buku. Jika tertarik, kita bisa membeli buku yang
ia tulis senilai 10 US Dollar.
Perjalanan
pun berlanjut menuju kompleks istana raja Kamboja di The Royal Palace. Matahari
yang begitu panas membuat Dreamland merasa sangat gerah dan cepat merasa lelah.
Setelah membayar tiket seharga 25.000 Riel Kamboja atau setara dengan 6,25 US
Dollar, Dreamland pun masuk ke kompleks istana kerajaan yang sangat dijaga
ketat oleh petugas. Dreamland sempat kesal berada di sini karena tidak boleh ke
beberapa kompleks bangunan yang ada. Selain itu, Dreamland hanya boleh melihat
kursi dan peralatan antik kerajaan dari luar saja. Huh, rasanya percuma saja
berada di sini.
Akhirnya
Dreamland pun mempercepat langkah berwisata di The Royal Palace ini dan hanya
melihat Silver Pagoda sekilas saja. Matahari yang panas membuat Dreamland
semakin malas saja berjalan-jalan di sini, sehingga Dreamland hanya berfoto
sekilas dan langsung keluar dari kompleks istana raja Kamboja ini. Dreamland
pun langsung dibawa supir tuk-tuk menuju National Museum, namun karena bosan
dengan arsitektur dan isi yang kurang lebih sama akhirnya Dreamland tidak
berminat masuk ke museum ini.
Kemudian,
supir tuk-tuk pun membawa Dreamland menuju Wat Phnom. Berhubung Dreamland sudah
bosan dengan candi yang bentuknya kurang istimewa dan cenderung begitu-begitu
saja jadi Dreamland pun langsung melewatkan lokasi wisata yang satu ini.
Dreamland langsung meminta diantar menuju Central Market atau Phsar Thmey
dengan arsitektur bangunan yang sangat luas dan memukau. Bangunan yang
menyerupai tentakel berkaki 4 raksasa ini menjual berbagai variasi produk untuk
turis dan masyarakat lokal, mulai dari kuliner, suvenir, sampai perhiasan.
Dreamland
menyempatkan diri untuk melihat-lihat sejenak dan berbelanja sejumlah oleh-oleh
sebelum akhirnya diantar pulang menuju penginapan. Jalanan yang macet karena
jam pulang kerja pun harus Dreamland lalui sebelum akhirnya tiba kembali di
penginapan tercinta. Sesampainya di penginapan, badan Dreamland yang sudah
sangat capek pun akhirnya membuat Dreamland ingin beristirahat saja dan
mengurungkan diri untuk berjalan kaki kembali di malam hari.
Perasaan
yang campur aduk, antara sedih, marah, dan aneh pun berkecamuk tatkala
Dreamland merenungkan kembali kekejaman Khmer Merah di masa lampau, apakah
ambisi seorang manusia mampu menjadikan nyawa 2,5 juta orang menjadi
taruhannya? Sungguh sebuah pengalaman yang membukakan mata hati dan mengenal
sejarah Kamboja setelah berada di Cheoung Ek Memorial dan Toul Sleng Genocide
Museum. Dreamland pun beristirahat untuk mempersiapkan diri pada esok hari
dalam rangka kepulangan kembali ke Thailand via Poipet dengan bus.
Phnom Penh, Kamboja, 29 Mei 2013
Dreamland Traveller
Catatan:
- Phnom Penh adalah ibukota negara Kamboja.
- Mata uang yang sering dipakai di Phnom Penh adalah
Riel Kamboja (KHR), namun US Dollar juga diterima sebagai mata uang yang sah.
- Beberapa masyarakat lokal di Phnom Penh tidak
fasih berbahasa Inggris sehingga menyulitkan ketika berbicara.
- Suasana kota Phnom Penh boleh dikatakan agak
tertinggal jika dibandingkan ibukota di negara ASEAN lainnya.
- Tempat belanja yang terkenal di Phnom Penh adalah
Central Market atau Phsar Thmey dan Russian Market atau Phsar Toul Tom Poung.
- Tempat wisata yang wajib dikunjungi di Phnom Penh,
antara lain Choeung Ek Memorial, Toul Sleng Genocide Museum (S-21), The Royal
Palace and Silver Pagoda, dan Wat Phnom.
~
oOo ~
No comments:
Post a Comment
Terima kasih dan selamat datang di Dreamland Traveller! Komentar, saran, dan pertanyaan dapat dituliskan pada kolom komentar di bawah ini.