Apresiasi
Terhadap Warisan Masa Lampau
Bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya sendiri. Demikian kata
pepatah yang sering kita pelajari saat duduk di bangku sekolah. Saat mata
pelajaran Sejarah, guru mengajarkan kita betapa hebatnya nenek moyang kita
dalam membangun berbagai peninggalan di masa lampau, mulai dari membangun
rumah, ladang, sampai tempat pemujaan bagi yang mereka yakini sebagai Sang
Pencipta. Tak heran jika ada candi-candi hebat yang bisa kita saksikan sebagai
warisan dari nenek moyang kita di masa lampau.
Candi
Borobudur dan Prambanan pun menjadi destinasi edukasi yang wajib kita kunjungi
saat kita ada di bangku SMP dan SMA. Berbagai relief dan artefak kuno menjadi
daya tarik tersendiri bagi siapapun yang melihatnya. Mengingat kedua candi ini
begitu populer dan terbesar di Indonesia, tak heran jika puluhan ribu wisatawan
domestik berlalu lalang setiap harinya. Akibatnya kompleks candi pun menjadi
kotor oleh sampah plastik dan sisa makanan yang dibuang begitu saja oleh orang
yang tidak bertanggung jawab.
Tak
hanya itu, entah bagaimana ceritanya beberapa kepala Buddha di patung-patung
yang ada di candi bisa lenyap begitu saja tanpa sisa. Beredar isu bahwa kepala
Buddha itu laku dilelang seharga 1 miliar rupiah di luar negeri. Hal ini tentu
menunjukkan betapa rendahnya penghargaan bangsa kita pada warisan masa lampau
sampai artefak candi yang sudah berumur ribuan tahun pun bisa dicuri dengan
mudah. Astaga!
Karcis
masuk pun bisa diakali dengan mudah oleh petugas dan pembeli. Kita bisa masuk
tanpa harus membayar sesuai tarif dengan catatan tidak mendapatkan karcis.
Kalau dapat karcis, barulah kita bayar sesuai tarif masuk. Hal ini menunjukkan
betapa mudahnya uang mengalir masuk ke kantong si petugas alias dikorupsi.
Belum lagi tidak adanya penjaga di pelataran candi membuat beberapa ABG labil
dengan senang hati corat coret di tembok candi “A love B” dan lain sebagainya.
Maka
tidak heran jika UNESCO yang semula mengapresiasi Candi Borobudur sebagai salah
satu dari 7 keajaiban dunia pun mencoret candi megah ini dari daftarnya. Dana
untuk revitalisasi candi pun distop. Pemerintah yang berkoar-koar pun tak ada
gunanya karena bukti di lapangan sudah menunjukkan bahwa penghargaan masyarakat
dan pemerintah pada Candi Borobudur sangatlah rendah. Bagaimana UNESCO tidak
berang jika kepala Buddha menghilang dengan cepat, sampah berserakan di
mana-mana, dan coretan menghiasi dinding-dinding candi dan uangnya seolah tak
pernah digunakan untuk menjadikan candi menjadi lebih baik kondisinya dari
semula.
Mungkin
negara kita yang sudah sangat kaya ini terlalu banyak candi bagus didalamnya,
sehingga asumsinya semua candi dibiarkan saja begitu saja tak perlu dirawat
sama sekali. Uang pertanggungjawaban dari UNESCO entah hilang ke mana
sampai-sampai Candi Borobudur malah semakin kumuh dari hari ke hari. Kebiasaan
masyarakat Indonesia yang sudah akut suka buang sampah sembarangan pula yang
turut berpartisipasi dalam membuat Candi Borobudur tercoret dari daftar 7
keajaiban dunia.
Coba
bandingkan dengan Angkor Wat di Cambodia. Cambodia adalah negara yang lebih
terbelakang dibandingkan Indonesia. Lahannya sangat tandus dan harga bahan
pangan pun sangat mahal di sini karena kelangkaan hasil bumi. Namun bangsa
mereka sangat mengapresiasi peninggalan masa lalu mereka di Siem Reap. Candi
Angkor Wat yang sudah berumur ribuan tahun benar-benar dipugar dan dirawat
dengan sebaik mungkin karena itulah salah satu daya tarik terbesar wisatawan
untuk berkunjung ke Cambodia.
Saat
Dreamland menginjakan kaki di Angkor Wat, rasa kagum akan candi raksasa ini
benar-benar terpancar. Bagaimana tidak jika sampah tidak berserakan di
mana-mana, suasana candi begitu bersih, dan bagian yang rusak sedang direnovasi
dengan baik. Petugas pun berada di sepanjang sudut candi untuk menjaga agar
turis tidak merusaknya. Hal ini membuat Dreamland sangat senang mengunjungi
Angkor Wat karena tidak digunakan sebagai tempat piknik dan dihormati sebagai
tempat sembahyang yang khusyuk.
Selain
itu, saat berada di Bayon, Dreamland salut melihat pemerintah Jepang berani
mengucurkan dana untuk membantu pembiayaan perbaikan candi wajah yang unik ini.
Wajar kalau bantuan dari negara lain berdatangan jika pemerintah memang serius
membenahi warisan masa lampau dengan baik. Puluhan pekerja sedang membenarkan
letak-letak candi yang hancur agar menarik untuk dikunjungi turis. Demikian
pula di Ta Prohm, terdapat papan yang menunjukkan perbaikan didanai oleh
pemerintah India.
Bukannya
bersikap tidak nasionalis atau apa, tapi dengan objektif Dreamland katakan
kalau Angkor Wat dan Cambodia lebih layak dibantu oleh UNESCO dibandingkan
negara kita dengan sikap yang mereka tunjukkan. Mereka sadar tanpa Angkor Wat,
negara mereka akan sepi turis dan berada di kubangan kemiskinan terus menerus.
Boleh dikatakan harga masuk ke Angkor Wat sangatlah mahal, yakni 20 US Dollar
tapi turis berdatangan karena Cambodia mampu merawat aset mereka dengan baik.
Rata-rata pengunjungnya pun bule.
Bayangkan
dengan Candi Borobudur di Indonesia yang hanya kebanyakan turis lokal saja,
sangat sedikit bule yang mau berkunjung dengan kesembrautan yang ada
didalamnya. Sekali berkunjung pun rasanya sudah cukup walaupun harga tiketnya
murah. Berbeda dengan Angkor Wat yang candinya tidak membuat bosan siapapun yang
berada didalamnya.
Berkaca
dari Angkor Wat di Cambodia, mungkin pelajaran berharga juga bagi pemerintah
dan diri kita sendiri yang mengaku warga negara Indonesia untuk mengapreasiasi
dan menghargai warisan masa lampau dengan sebaik mungkin. Sayang rasanya jika
aset wisata sejarah ini akhirnya rusak dan hanya tinggal kenangan akibat tangan
manusia modern yang tidak bertanggung jawab. Ingat, bangsa yang besar
menghargai sejarahnya. Apakah kita bangsa yang besar tersebut ataukah bangsa
yang tidak beradab? Silahkan buktikan dalam sikap dan perbuatan kita
masing-masing dalam mengapresiasi warisan sejarah masa lampau.
~
oOo ~
No comments:
Post a Comment
Terima kasih dan selamat datang di Dreamland Traveller! Komentar, saran, dan pertanyaan dapat dituliskan pada kolom komentar di bawah ini.